Irdika Mansur: Food Estate, Potensi Besar Revitalisasi Lahan Bekas Tambang

Selasa, 28 Juli 2020 | 15:12 WIB
Irdika Mansur: Food Estate, Potensi Besar Revitalisasi Lahan Bekas Tambang
Ilustrasi wawancara eksklusif. Dr Irdika Mansur, Direktur SEAMEO Biotrop. [Suara.com / Rin Hindryati / video captured]

Apakah sejauh ini 'filosofi kelapa' itu sudah diikuti perusahaan tambang? Nyatanya, saat saya ke Kalimantan, banyak lahan bekas tambang berbentuk kubangan-kubangan nampak terbengkalai. Bagaimana merevitalisasinya? Sulitkah?

Ya, mahal yang jelas. Kalau tambangnya sudah tidak ada, artinya aktivitas penambangan sudah tidak ada, maka nggak ada income, lalu pemerintah yang melakukan perbaikan. Itu mahal sekali.

Makanya sejak dini, pada waktu tambang masih aktif itu, kita bina, kita ajak sama-sama. Kita tunjukkan aturan perundang-undangan yang jelas, tahapannya, SOP-nya harus bagus dari pemerintah. Kemudian dari sisi peneliti, ya, gimana untuk menjalankan SOP tadi agar bisa tercapai (revitalisasi) dengan biaya yang rasional. Itulah tugas kita.

Artinya cara ini lebih sifatnya preventif, bukan yang sudah kadung rusak, lalu baru kita revitalisasi?

Iya, betul sekali. Baik saya tunjukkan slide supaya lebih jelas (video menit 12:21). Saya ingin tunjukkan bagaimana perkembangan teknologi reklamasi hutan dan lahan pascatambang di Indonesia. (Aktivitas) Penambangan itu bisa dilakukan di dalam kawasan hutan, bisa di luar kawasan hutan. Sebenarnya yang di hutan tentunya lebih sedikit dibandingkan di luar.

Beberapa hal yang masyarakat sering salah paham. Karena kita negara hukum, maka harus berpegang pada peraturan perundangan yang berlaku. Seperti apa? Menurut LHK, reklamasi hutan itu adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali hutan dan lahan dan vegetasi dalam kawasan hutan yang rusak sebagai akibat penggunaan kawasan hutan, agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya.

Nah, jadi tidak ada di situ kata-kata mengembalikan seperti semula. Tidak ada (dalam peraturan) kata "mengembalikan seperti kondisi semula". Itu tidak ada. Yang ada adalah kata-kata "sesuai dengan peruntukannya". Itu yang paling penting. Artinya, fungsi yang harus dikembalikan.

Kemudian, aturan di Kementerian ESDM: reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan. Jadi, bukan tambangnya harus selesai dulu, baru kemudian dilaksanakan reklamasi. Pelaksanaannya harus sepanjang perjalanan. Misalnya area itu sudah selesai (ditambang), maka harus langsung diperbaiki. Area yang sudah tidak diganggu lagi itu.

Reklamasi itu untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi... sekali lagi: berfungsi --kembali sesuai peruntukannya.

Baca Juga: Menteri LHK Dukung Pemprov Babel Rehabilitasi Lahan Kritis Bekas Tambang

Nah, memang kalau kita naik ke atas lagi ke peraturan pemerintah, ke UU-nya, itu juga sama bahasanya: mengembalikan sesuai peruntukannya. Artinya, kalau misalnya setelah ditambang tiba-tiba pemerintah memutuskan ini menjadi ibu kota, lahan bekas tambang ini akan menjadi kantor presiden, jadilah itu Istana Presiden.

Gambar di slide presentasi contoh langkah-langkah revitalisasi lahan bekas tambang di Indonesia. [Dok. Irdika Mansur / captured]
Gambar di slide presentasi contoh langkah-langkah revitalisasi lahan bekas tambang di Indonesia. [Dok. Irdika Mansur / captured]

Artinya, tidak harus dikembalikan ke keadaan semula sama seperti saat sebelum ditambang?

Iya, karena memang pembuat regulasi paham lah, tidak mungkin misalnya keanekaragaman hayati yang ada di dalam hutan yang ditambang itu harus kembali seperti itu lagi. Nggak mungkin. Itu ciptaan Allah yang sangat tidak mungkin dilakukan oleh manusia.

Kemudian dalam konteks reklamasi hutan disebutkan: jika penambangan dilakukan di kawasan hutan maka harus dikembalikan sesuai fungsi awal dari kawasan hutan tersebut. Nah, kawasan hutan itu ada 3 fungsi menurut UU: (yaitu) fungsi produksi, fungsi lindung, dan fungsi konservasi.

Fungsi produksi artinya untuk menghasilkan kayu dan bukan kayu. Berarti, untuk menghasilkan uang bagi pemerintah, untuk kita semua. Sedangkan fungsi lindung itu untuk mengatur tata air agar jangan sampai longsor, banjir, dan sebagainya. Kemudian kalau di kawasan konservasi itu, strict tidak boleh atau tidak ada izin penambangan di kawasan konservasi. Ini sudah kesepakatan bangsa, bahwa di kawasan itu tidak boleh ada aktivitas penambangan.

Inilah sebenarnya sudah ada di aturan-aturan, di panduan-panduan teknis yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM maupun Kehutanan. Jadi, kurang lebih seperti ini.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI