Dubes RI Djauhari Oratmangun: China Dukung Kita Jadi Pusat Produksi Vaksin

Kamis, 29 Oktober 2020 | 12:15 WIB
Dubes RI Djauhari Oratmangun: China Dukung Kita Jadi Pusat Produksi Vaksin
Ilustrasi wawancara. Dubes RI untuk China Djauhari Oratmangun. [Foto: Dok. KBRI / Olah gambar: Suara.com]

Ya, ABK kan sudah kita selesaikan. Kita sudah pulangkan ABK hampir 100 dari sini. Ya, biasalah dalam hubungan.. Kan yang nakal bukan hanya pemiliknya, tapi agen-agennya juga kan. Jadi ya, begitulah. Pokoknya kita berusaha untuk selesaikan apa permasalahan-permasalahan yang timbul.

Maksud saya, perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia yang di China kan harus sama dengan bagaimana kita memperlakukan tenaga kerja mereka di sini yang semacam ada privilege. Tentu kita menuntut hal yang sama.

Siapa yang bilang ada privilege, Mbak. Gak, dong, nggak ada privilege. Privilege dari mana? Kita kan seleksi juga mereka yang masuk sana. Mereka kewalahan juga kalo ini kan… Kan bagaimana: Mbak yang punya uang, Mbak yang investasi, masak gak goleh diizinkan untuk bawa orang untuk bantu Mbak. Coba, think about that. Iya toh? Karena misalnya saya nih, Indonesia ini akan investasi di negara lain, masak dia gak boleh bawa orangnya untuk kerja di sana membantu, melihat investasi kita di sana. Jadi kan itu normal. Gak ada yang luar biasa di situ.

Waktu negara-negara lain ke Indonesia untuk investasi, mereka bawa orangnya untuk kerja di Indonesia. So nothing special. Lalu kemudian dididiklah orang-orang Indonesia agar bisa mengambil alih pekerjaan tersebut. China baru belakangan dibandingkan dengan negara-negara yang lain kan.

Soal perlindungan tenaga kerja TKI yang di China dan TKA China di Indonesia harus sama perlakuannya, saling melindungi sesuai perjanjian internasional.

Iya, ada. Proses itu ada kok.

Hubungan Indonesia-China semakin dekat. Itu ditegaskan kembali saat merayakan 70 tahun hubungan bilateral. Kita sepakat untuk memperkuat hubungan yang saling menguntungkan. Konsekuensinya, mobilitas orang antar dua negara semakin tinggi. Beberapa waktu lalu ada ditemukan kasus perdagangan manusia; terakhir modusnya itu perkawinan. Terkait hal itu, bagaimana KBRI melakukan tindakan preventif agar tidak terulang?

Iya, masalahnya kan, orang kita juga dagangin orang kita. Udah. Yang itu [kasus perdagangan manusia dengan modus kawin kontrak antara warga China dan WNI --Red] udah kita selesaikan tahun lalu. Kan sudah kita kirim pulang ya, ada hampir 100 orang. Saya gak tahu angka pastinya, tapi kita pulangkan, kita selamatkan mereka.

Saya kira agen-agennya itu, baik orang Indonesia maupun yang di China... saya itu sebenarnya marah. Kok sesama anak bangsa mau mendagangkan anak bangsa sendiri.

Baca Juga: Penelitian Awal Vaksin Sinovac Dilakukan di Luar Negeri, Ini Kata BPOM

Saya terima mereka di KBRI, baik mereka yang lari atau yang kita selamatkan. Saya sedih karena ada yang masih sangat muda. Saya bayangkan itu anak saya sendiri. Saya marahnya luar biasa pada saat itu. Marah kepada agen yang menjual mereka, marah kepada oknum-oknum yang membuat itu bisa terjadi.

Saya ada di situ. Jadi rasa marah saya itu, bukan rasa marah seorang pejabat tetapi rasa marah seorang bapak karena melihat anak yang jadi korban... [Mereka] Masih anak-anak, masih belasan; ada yang 15 tahun. Tapi saya marah karena melihat ada beberapa yang masih di bawah umur. Dan itu kan mereka didagangkan oleh sesama warga negara Indonesia kan. Kalo ketemu saya pengen gebukin aja itu. Karena bagaimana saya melihat mereka. Kita selamatkan mereka dari [tempat yang jaraknya] ratusan kilometer dari Beijing.

Modusnya bagaimana ya, Pak? Kok bisa ratusan orang terperangkap?

Ha… itulah di dalam negeri kan, bagaimana mereka bisa lolos dengan KTP palsu dan lain-lain.

Mereka umumnya masuk sebagai turis? Atau pekerja?

Ada yang sebagai turis. Ada-lah proses di dalam negeri itu. Kita kan hanya menerima limpahan di sini.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI