Wawancara Najelaa Shihab: Krisis Pendidikan Kita Diperparah Pandemi

Selasa, 17 November 2020 | 11:41 WIB
Wawancara Najelaa Shihab: Krisis Pendidikan Kita Diperparah Pandemi
Ilustrasi wawancara. Pendidik sekaligus aktivis pendidikan, Najelaa Shihab. [Foto: Dok. pribadi / Olah gambar: Suara.com]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Kalau [ditanya] apakah akan langsung bisa diimplementasikan oleh semua sekolah, prediksi saya tidak. Kan ada sekolah-sekolah yang memang sampai sekarang pun masih kesulitan. Pada saat menggunakan teknologi, mungkin aksesnya masih susah ya itu nggak mungkin untuk mempertahankan blended.

Kemudian ada lagi sekolah tipe kedua: dia pakai teknologi tapi pake teknologinya dengan cara yang salah. Jadi kelihatannya aja keren, pakai aplikasi dan sebagainya, tetapi sebetulnya secara prinsip pedagogi, penerapannya enggak efektif. Nah itu butuh dukungan.

Apa misalnya ya Mbak?

Misalnya, pake teknologi tetapi itu digunakan hanya untuk ngasih tugas. Jadi sifatnya satu arah. Atau pake teknologi Cuma buat try out ujian aja. Padahal sebenarnya teknologi itu kan nature nya dia bisa membuat konsep pembelajaran lebih menarik; dia bisa membuat anak-anak berkolaborasi lewat jarak jauh dengan bukan hanya teman sekelasnya tapi juga dari murid-murid berbagai sekolah dan daerah. Teknologi itu bisa memberikan umpan baik.

Banyak fitur teknologi yang harusnya digunakan malah tidak digunakan. Kalau di Kampus Guru Cikal itu istilahnya kopong. Jadi keren di luar tapi sebetulnya rapuh di dalam. Teknologinya ada, tapi pedagoginya gak memadai.

Ada juga sekolah-sekolah yang memang secara teknologi itu sebetulnya terbatas, tetapi secara pedogogi kuat. Ini juga banyak, saya lihat. Jadi teknologi itu kan bukan Cuma aplikasi. Guru datang, guru kunjung pun itu sebetulnya teknologi; membagikan lembar kerja, materi-materi non digital pun itu bisa jadi metode yang sangat efektif. Nah ini sebenarnya mudah-mudahan buat ke depannya kita bisa lengkapi dengan teknologi yang harganya murah dan terjangkau, sehingga pada akhirnya pedagogi yang sudah efektif akan menjadi makin kaya dengan teknologi itu.

Dan kelompok terakhir tentu yang tadi saya bilang, praktik baik yang teknologinya sudah memadai dan pedagoginya juga sudah kuat. Itu yang sekarang pun bahkan sebelum corona pun mungkin sudah mempraktekan blended learning dengan baik. Di saat corona, online-nya baik dan seterusnya akan baik.

Jadi memang ada 4 kelompok lembaga ini yang masing-masing perlu mendapat dukungan yang berbeda-beda. Nah itu kami rencanakan akan dilakukan juga di Kampus Guru Cikal, Keluarga Kita, dan Sekolah.mu.

Itu kan sangat bergantung pada guru ya Mbak, bagaimana dia bisa kreatif dan punya motivasi untuk menciptakan sesuatu yang menarik.

Baca Juga: PJJ Jadi Tantangan Bagi Orangtua, Bagaimana Strateginya?

Betul.

Survei UNICEF menunjukkan sekitar 69% murid [selama PJJ] merasa jenuh. Mereka bosan dengan belajar online. Artinya something must be wrong dengan sistem pembelajaran online; kalau 69 persen siswa mengatakan bosan berarti sebagian besar guru tidak mempraktekkan hal-hal yang tadi Mbak Elaa sampaikan, yakni menarik, lebih inovatif dan lebih kreatif. Ini bagaimana memotivasi guru supaya mau melakukan seperti yang sudah dilakukan Mbak Ela dilingkup komunitas.

Kalau Kemendikbud, itu ada beberapa program juga yang saya tahu, seperti Guru Berbagi, itu ada portalnya, kemudian ada pelatihan-pelatihan untuk guru juga yang dilakukan online. Kalau dengar dari guru-guru di Komunitas Guru Belajar Cikal yang juga ikut program Sekolah Lawan Corona, katanya program itu cukup efektif untuk menjangkau banyak guru dan banyak sekolah.

Jadi memang kalau ditanya sudah 100%? Belum, tetapi saya lihat sebenarnya upaya-upaya untuk terus mendukung guru itu juga ada.

Nah media seperti ini yang menceritakan berbagai inovasi, kemudian melakukan sesuatu juga untuk menyebarkan kabar baik maupun masalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, itu juga sangat membantu. Korporasi: banyak juga upaya-upaya gotong royong lain, kolaborasi untuk pelatihan guru, untuk juga pendidikan orang tua dan sebagainya, itu saya rasa sesuatu yang perlu dilanjutkan terus.

Pertanyaan terakhir saya, apa prediksi Mbak Elaa terkait arah pendidikan kita? Mau ke mana setelah COVID-19 ini? Kan memori manusia itu singkat, mereka mungkin sudah akan lupa kejadian ini beberapa bulan kemudian dan akhirnya orang-orang akan kembali ke paradigma lama. Seberapa optimis Mbak Elaa bahwa kita bisa belajar banyak dari pandemi?

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI