Wawancara Najelaa Shihab: Krisis Pendidikan Kita Diperparah Pandemi

Selasa, 17 November 2020 | 11:41 WIB
Wawancara Najelaa Shihab: Krisis Pendidikan Kita Diperparah Pandemi
Ilustrasi wawancara. Pendidik sekaligus aktivis pendidikan, Najelaa Shihab. [Foto: Dok. pribadi / Olah gambar: Suara.com]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Tapi kalau di Kampus Guru Cikal, kita itu selalu percaya bahwa kompetensi itu baru bisa muncul kalau memang gurunya udah punya kemerdekaan dulu. Karena kalau nggak, kompetensi itu enggak akan bisa tumbuh. Itu tidak akan bisa dipraktekkan kalau memang dilakukannya karena terpaksa. Termasuk saat pandemi ini.

Kami itu sangat berhati-hati; orang-orang kan banyak yang bilang: iya nanti kan sesudah pandemi, semuanya akan berubah. Teknologi akan mendominasi, guru-guru mau nggak mau jadi bisa ini, melakukan ini, dan sebagainya. Tapi kita bilang ‘eits nanti dulu.’ Belum tentu. Jangan-jangan perubahannya ini kalau dia dipaksakan, pemahaman tentang apa yang harus berubah ini cuma sementara. Nanti begitu pandeminya selesai, semuanya balik ke normal lagi. Nah jadi memang yang namanya inovasi itu butuh waktu; yang namanya pengembangan kompetensi itu harus terus-menerus. Tetapi kuncinya, itu harus dimulai dari gurunya sendiri.

Jadi kita memang harus menumbuhkan guru-guru yang selalu mau belajar. Guru-guru yang punya komitmen pada tujuan pendidikan, mandiri dalam proses belajarnya, dan reflektif. Itu tiga hal yang yang jadi dimensi kemerdekaan belajar versinya Cikal dan kampus guru Cikal. Itu yang kita tumbuhkan terus menerus. Dan itu modal yang sangat penting baik sebelum wabah, di saat wabah, maupun setelah wabah nanti.

Nah, ini kan berarti kita mengubah mindset dan paradigma?

Betul, mengubah paradigma.

Berarti harus ada semacam revolusi, karena kan mengupayakan perubahan yang mendasar. Kalau tadi dijelaskan bahwa seorang guru harus punya kemerdekaan dulu jika ingin kompetensinya berkembang. Ini kah antara lain konsep merdeka belajar yang telah lama diusung Cikal lalu sekarang digaungkan kembali oleh Mendikbud?

Jadi, [konsep] Merdeka Belajar itu sudah digunakan Cikal sejak awal, yakni 1999. Pada 2004, kita kemudian memformulasikan menjadi namanya Cikal Five Star Competencies. Itu ada 5 kompetensi Mbak, yang menjadi cita-cita dari program pendidikan yang dilakukan Cikal.

Yang pertama itu adalah pelajar merdeka, itu kalau dalam bahasa Inggrisnya self-regulated learner. Kemudian yang kedua, pribadi yang bahagia dan bijak atau emotionally, spiritually and morally rich, ketiga itu pemikir yang terlatih dan efektif atau skillful and an effective thinker, ke-4 individu yang berwawasan luas dan berfisik sehat atau broadminded and physically sound dan ke-5 adalah empowering member of just, sustainable and peaceful global society, menjadi warga dunia yang berdaya.

Nah, belajar merdeka itu kompetensi pertama kita.

Baca Juga: PJJ Jadi Tantangan Bagi Orangtua, Bagaimana Strateginya?

Kenapa itu jadi penting, karena sesudah... sekarang kami tahun ke-22, kami menemukan – tentu setelah melakukan proses pendidikan dari mulai pra-sekolah sampai SMA juga kampus guru – bahwa itu [belajar merdeka] penting menjadi fondasi dari tumbuhnya kompetensi-kompetensi yang lain.

Sebagaimana yang tadi saya sampaikan, kalau kita nggak ada komitmen terhadap proses belajar, tidak tahu saya belajar ini buat apa, gak mandiri atau enggak self-reliance, maka saat menghadapi tantangan akan mudah menyerah. Kalau guru yang nggak punya kemerdekaan belajar, biasanya nunggu saja kebijakannya berubah atau nyalahin kepala sekolah.

Jadi dia melakukan ini karena X, Y, dsb. Gak ada kemandirian, tidak reflektif, tidak berani bercermin baik murid maupun guru untuk melihat: sebetulnya tantangannya apa yang harus diperbaiki, kelebihannya apa, keunikan konteks dia apa. Maka itu, apapun cita-cita berikutnya seperti: kepingin guru yang profesional, kepingin murid yang matang secara emosional, yang cerdas, dsb. Itu gak akan bisa tercapai [tanpa belajar merdeka].

Jadi kami memang membangun teori ini dapat inspirasi dari banyak teori pendidikan seperti Montessori, Zimmerman, Rahma El-Yunisiyah [tokoh pembaharu pendidikan Islam.Red] Ki Hajar Dewantara, Tan Malaka yang bicara soal proses yang merdeka. Tapi kita formulasikan menjadi tiga dimensi kompetensi itu. Kita kumpulkan datanya, lalu kita terapkan di Cikal. Kemudian di 2004, itu kami mulai dengan yang namanya dulu Livelong Learner School of Education lalu kemudian berganti nama menjadi Kampus Guru Cikal.

Najelaa Shihab dalam salah satu momen bersama ayahandanya, Ustadz Quraish Shihab. [Dok. pribadi]
Najelaa Shihab dalam salah satu momen bersama ayahandanya, Ustadz Quraish Shihab. [Dok. pribadi]

Jadi awalnya itu di tahun 1999 saat divisi pelatihan di sekolah Cikal melatih guru-guru kami. Kita memang sejak awal berdiri di ‘99 itu ambil guru-guru dari beragam profesi, Mbak Rin.

Jadi kami bukan mengambil guru-guru yang udah pengalaman atau misalnya lulusan LPTK gitu yah, lulusan IKIP. Tapi memang mencari individu-individu yang punya kemerdekaan belajar. Itu menjadi kriteria rekrutmen kita di awal, yakni mereka yang memang punya jiwa penggerak. Kalo kurikulum pengambangannya, fokusnya [pada] empat hal, yakni kemerdekaan, kompetensi, kolaborasi dan karir. Itu kita bilang empat kunci pengembangan guru.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI