Soal sistem pendidikan kita saat ini, apa saja sih kurang dan lebihnya, menurut kacamata Anda?
Kalau bicara pendidikan secara umum, selalu jadi topik menarik. Yang harus dicermati adalah output dan outcome-nya, apa sih sebenarnya. Ketika kami di SMA, apa sih targetnya, apa output-nya. Saat ini, oke, memang targetnya perguruan tinggi. Tapi terkadang, kita lihat bahwa tidak semua sekolah siap mengantarkan siswa ke perguruan tinggi.
Kedua, setelah UN tidak ada, artinya tidak standar. Apa sih standar minimal yang harus dicapai oleh siswa? Ketika UN, ini tidak ada. Kemudian diganti assessment, walaupun menurut saya, ya mohon maaf, mungkin karena masih baru. Yang jelas, negara harus punya standar bahwa lulusan sekolah itu apa yang didapat oleh siswa. Baik di SMA ataupun MA. Tentu ini penting bagi kami pelaksana di lapangan, sangat penting. Saya melihat, kalau boleh fair dan jujur, bahwa mata pelajaran kita terlalu banyak, sehingga target kita terlalu banyak yang harus dicapai. Siswa tidak bisa fokus. Sementara siswa ketika masuk perguruan tinggi, itu fokusnya satu, bahwa spesialis apa yang akan diambil.
Terakhir, (soal) penguatan pendidikan karakter dan akhlak. Justru selama ini yang dikhawatirkan, pelajaran-pelajaran agama sampai pendidikan karakter kita hilang, karena pendidikan agama yang kurang. Pelajaran agama, tentu harapan kita tak hanya berbasis teori, tapi yang penting pembekalan karakter akhlak yang lebih banyak praktik. Melatih adab, etika, (agar) semua karakter itu bisa dijalankan anak-anak kita.
Menurut Anda, apa tantangan generasi milenial sekarang di era kemajuan teknologi seperti ini?
Karena sudah zamannya teknologi, maka kita harus menyiapkan anak kita siap memakai teknologi. Tantangannya adalah, jangan sampai kita menyiapkan anak kita menjadi konsumen teknologi. Tidak hanya game, kalau kita (terlalu) asyik menggunakan, maka kita akan terjebak. Seharusnya generasi sekarang harus berpikir apa yang akan kita buat di masa depan. Jangan hanya memakai, tapi juga berikir memproduksi, membuat. Kalau hanya memakai, kita rugi sebagai generasi muda.
Tetapi memang (itu juga) tidak bisa dihindari, karena aktivitas apa pun berkaitan dengan teknologi. Umpamanya anak kita dilarang membawa handphone, pilihannya bukan itu, tapi memberikan pemahaman untuk menggunakan handphone untuk masa depannya. Bukan akhirnya kita melarang mereka menggunakan handphone, karena itu (berarti) menyuruh mereka hidup bukan di jamannya. Akhirnya bukan dipatuhi, tapi justru mereka akan mencari cara agar dapat menggunakan handphone. Bagaimana agar tidak kebablasan? Ya, kita memberikan pemahaman literasi digital. (Intinya) Bagaimana kita memberi pemahaman menggunakan (teknologi) digital yang baik dan tentunya sesuai dengan kebutuhannya.
[Wivy Hikmatullah]
Baca Juga: Bupati Solok Epyardi Asda: Dulu Banyak yang Menolak Vaksin, Sekarang Sudah Antre