Wawancara Khusus Moeldoko: Kita Punya Komitmen Serius Atasi Perubahan Iklim

Jum'at, 29 Oktober 2021 | 07:20 WIB
Wawancara Khusus Moeldoko: Kita Punya Komitmen Serius Atasi Perubahan Iklim
Ilustrasi wawancara khusus. Kepala Staf Kepresidenan RI Jenderal TNI (Purn) Moeldoko. [Foto/olah gambar: Suara.com]

Kita lihat, Bapak Presiden (bahkan) turun sendiri dalam rangka menuju kepada 600.000 hektar mangrove. Beliau sendiri turun untuk memberikan contoh kepada kita semuanya, nanam mangrove di mana-mana. Termasuk kemarin waktu di Kaltara juga mengajak beberapa duta besar untuk ikut terlibat, bagaimana menanam mangrove yang ada di sana. Ini sebuah bukti konkret bahwa pemerintah memiliki komitmen yang sangat kuat.

Untuk menuju ke sana (target net zero karbon 2060) tadi perlu kerja sama. Sekali lagi, tidak bisa hanya pemerintah, tidak bisa. Tapi (perlu) ada sebuah kesadaran bersama menuju kepada kondisi yang semakin awarneess atas perubahan iklim atau climate change itu. Ini perlu sosialisasi.

Bagi masyarakat Indonesia, mungkin sebagian besar belum begitu banyak (yang paham), apa sih climate change? Kenapa itu masuk dalam isu global? Ini perlu ada upaya bersama, sosialisasi yang terus-menerus, sehingga ini menjadi kerja-kerja bersama bagi masyarakat Indonesia. Karena target itu mesti di-publish kepada masyarakat, (bahwa) inilah Komitmen Indonesia dalam menyikapi isu itu. Berikutnya aturan-aturannya seperti ini, komitmen globalnya seperti ini, dan kita mempunyai sasaran jangka panjang seperti ini menuju zero tadi. Ini mesti di-publish terus. Maka saya juga terima kasih kepada Suara.com ini yang bisa ikut terlibat dalam mensosialisasikan persoalan ini kepada masyarakat.

Terkait kesadaran masyarakat bahwa perubahan iklim ini ancaman besar sehingga perlu ada perubahan perilaku. Nah, ini sebetulnya melihat banyaknya musibah, ada banjir dan lain-lain, apakah mungkin memang harus dengan seperti itu, bahwa ini bencana alam adalah akibat perubahan iklim, sehingga kemudian mereka kemudian sadar dan mau berubah perilakunya?

Karena perubahan ini membawa dampak yang kompleks ya. Satu, dari ketersediaan pangan. Perubahan iklim itu juga akan memiliki konsekuensi kalau kita lihat, umpamanya, kemarin saya ke masyarakat garam yang ada di Indramayu, Cirebon. Bahwa terjadinya rob ini juga salah satu (dampak) perubahan iklim. Yang tadinya rob itu pengaruhnya terhadap abrasi itu begitu kecil, tapi sekarang sudah mulai signifikan.

Berikutnya lagi, juga kepada para petani yang lain. Kalau kita tidak aware atas situasi itu, maka berikutnya setelah climate change dari isu global, berikutnya adalah isunya food, makanan. Ini sesuatu yang beruntun ini. Tapi kalau kita mulai dari awal sudah aware tentang situasi itu, maka akibat-akibat dari perubahan iklim itu bisa kita eliminasi, karena adanya perubahan perilaku tadi. Itu kira-kira arahnya.

Kesepakatan Indonesia, (capai target) 2030 sampai 2060. Alasan kita, Indonesia, kenapa meminta waktu yang sangat panjang, kira-kira kenapa ya?

Ya, begini ya, Indonesia kan negara yang besar, tidak seperti negara-negara Eropa yang relatif kontinental. Kita negara kepulauan yang cukup luas. Berikutnya, kedua, berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Kadang-kadang (kan) yang terjadi di daerah tidak seperti apa yang kita pikirkan.

Seperti begini, sering masyarakat Eropa menyoroti atas palm oil (minyak kelapa sawit) kita, karena (katanya) merusak lingkungan dan seterusnya. Saya katakan, itu kan cara Anda berpikir, berbeda dengan cara berpikir masyarakat. Kalau itu menjadi kehidupan mereka, kelapa sawit menjadi bagian dari kehidupan mereka yang dia bisa me-manage dengan baik, maka itu jauh lebih bagus. Daripada kita larang, akhirnya masyarakat sulit mencari kehidupan. Yang terjadi apa? Monyet-monyet nanti malah dimakan.

Baca Juga: Kepala MAN Insan Cendekia Serpong Abdul Basit: "Outcome" Pendidikan Harus Jelas, Terukur

Kepala Staf Kepresidenan Jenderal TNI Purnawirawan Moeldoko di Kabupaten bandung Barat, Selasa (10/8/2021). [Suara.com/Ferrye Bangkit Rizki]
Kepala Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko dalam salah sebuah kegiatan di Kabupaten Bandung Barat, Selasa (10/8/2021). [Suara.com/Ferrye Bangkit Rizki]

Saya ngomong terus terang kepada masyarakat Eropa seperti itu. Jadi kita berpikirnya, ada adjustment optic-nya, jangan menurut kacamata mereka (saja). Tapi masyarakat Indonesia kondisinya seperti itu ya. Dia harus bisa hidup seperti apa pada lingkungan yang saat ini dihadapi, nggak bisa masyarakat didikte dan seterusnya.

Jadi, cara pandangnya seperti itu. Menurut saya karena tadi, karena luasan wilayah, jumlah penduduk, tingkat pendidikan, berikutnya berbagai macam pertimbangan, mestinya yang mendasari menuju ke sana.

Jadi kalau didesak (pencapaian target net zero emission) 2060 itu berat juga ya?

Saya pikir semuanya berlaku dinamis. Itu kan kita berpikir yang lebih aman. Tapi pasti, dengan komitmen pemerintah Indonesia yang begitu kuat, maka kita juga yakin pencapaian itu bisa lebih cepat. Begitu.

Selain regulasi, apakah ada kebijakan terkait roadmap menuju nol karbon ini?

Tadi, di antaranya konstitusi dan regulasi yang ada tadi, sepanjang itu dipedomani dengan baik. Berikutnya kita juga aware atas ratifikasi COP21, itu sebuah upaya yang real dari pemerintah. Berikutnya, akan kita lihat kira-kira dari sisi apa akselerasi itu bisa dicapai? Kita melihat nanti dinamika ke depan seperti apa.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI