Kalau melihat dari sebuah komitmen yang kuat, maka tidak menutup kemungkinan aspek-aspek lain yang nyata-nyata bisa mengakselerasi menuju zero karbon itu, pasti ditempuh oleh pemerintah Indonesia. Nggak usah khawatir tentang itu, karena yang kita lihat adalah komitmen. Komitmen yang jelas dari sebuah bangsa yang paling penting.
Khusus di bidang lingkungan hidup dan kehutanan, kesiapan mencapai target netral karbon itu bagaimana?
Satu, kebijakan kita untuk mereduksi Karhutla itu tinggi banget. Satu saat kita bersama-sama Presiden melihat ke Riau, di situ kepolisian sudah membuat peta, sehingga kalau ada terjadi titik-titik itu muncul, maka kesiagaan itu menjadi tinggi. Itu lebih teknisnya. Tapi secara keseluruhan, bahwa kebijakan pemerintah untuk menekan agar kebakaran hutan itu bisa terkendali dengan baik. Bisa dilihat bagaimana concern Presiden sendiri untuk turun ke lapangan.
Berikutnya kesigapan aparat melalui badan penanggulanan bencana, dan unsur-unsur perkuatan lainnya seperti TNI dan Polri. Itu sangat signifikan bisa menekan.
Berikutnya yang ketiga, kesadaran masyarakat sendiri. Yang tadinya masyarakat memiliki tradisi untuk membakar sebelum dia bercocok tanam, tapi dengan berbagai situasi terjadi akhir-akhir ini, maka kesadaran itu menjadi turun, karena (juga) ada law enforcement. Yang tadinya bagi mereka membakar dalam bercocok tanam itu biasa, tapi karena kita atur lagi, ada sebuah regulasi yang lebih menekankan itu, maka tindakan law enforcement membuahkan hasil itu.
Berikutnya lagi ada sebuah corrective action pada kebijakan kehutanan, (terutama) penekanan laju deforestasi.
Berikutnya upaya perhutanan sosial, itu juga lebih memberikan kepastian. Seperti begini. Dulu kita mengenal ada LMD, lembaga masyarakat daerah hutan. Dulu mereka itu mengelola hutan, tidak memiliki kepastian, sehingga bisa-bisa masyarakat daerah hutan itu bisa merusak lingkungan yang ada. Tapi dengan adanya salah satu reforma agraria, yang wujudnya adalah perhutanan sosial, maka masyarakat yang berdiam di seputaran hutan itu, dia menjadi lebih memiliki kepastian, karena dia diberikan hak untuk mengelola, bukan untuk mengubah fungsi ya, selama 30 tahun. Dan itu ada suratnya resmi, tetapi itu tidak boleh dijualbelikan.
Dengan demikian, maka kontrol atas masyarakat yang berdiam di sekitaran hutan itu bisa dikendalikan dengan baik, dan bahkan Presiden memerintahkan untuk adanya sebuah pemberdayaan. Jadi masyarakat, setelah dia mendapatkan tanah dari konsep perhutanan sosial dan redistribusi tanah, maka perintah Presiden berikutnya adalah lakukan penguatan terhadap masyarakat yang tinggal di situ. Bentuk keterlibatan berbagai kementerian, Kementerian Desa, Kementerian Pertanian, berikutnya Kementerian UMKM, perbankan dari Kementerian BUMN semuanya ikut terlibat di dalamnya, sehingga masyarakat itu menjadi kuat. Kalau masyarakat ada perkuatan dari kita, maka masyarakat itu tidak lagi melakukan tindakan-tindakan illegal logging-lah, merambah hutan, dan seterusnya. Corrective action istilah kita, seperti itu bentuknya.
Jadi, benar-benar perlu keterlibatan semua pihak dalam upaya mencapai target netral karbon ini ya. Lalu bagaimana pula dengan kalangan dunia industri atau sektor industri, juga transportasi, misalnya?
Baca Juga: Kepala MAN Insan Cendekia Serpong Abdul Basit: "Outcome" Pendidikan Harus Jelas, Terukur
Iya pasti (perlu dukungan semua pihak). Karena kalau kita lihat Jakarta ya, saat saya Panglima TNI dulu, saya naik pesawat tempur dulu begitu take off dari Halim, saya melihat lingkungan Jakarta dan sekitarnya dari atas itu gelap. Bener-bener itu. Begitu pesawat itu meluncur ke Sukabumi, ke Pantai Selatan, semua itu biru, terang. Ini sebuah perbedaan yang nyata ya, bahwa ada ancaman bagi masyarakat kota ini dari sisi karbon, ya itu.
Untuk itu, maka perlu aturan, mesti ada aturan yang clear, bagaimana upaya menuju kepada zero emisi tadi. Maka Presiden buru-buru mengeluarkan sebuah aturan yang jelas. Perpres 55 itu memberikan direction kepada semua pihak, bahwa kita harus segera menuju kepada penggunaan mobil listrik, Nah, itu kira-kira arahnya ke situ.
Tampaknya memang salah satu solusi yang sudah mulai berjalan adalah penggunaan kendaraan berbahan bakar ramah lingkungan, seperti mobil listrik itu ya. Ini sudah sejauh mana perkembangannya, baik secara regulasi, produksi, juga pemanfaatannya?
Dari sisi regulasi, itu tadi, bahwa Presiden menyadari atas upaya perbaikan lingkungan, maka Perpres 55 (tahun) 2019 tentang Percepatan Program KBLBB (Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai) untuk transportasi jalan. (Jadi) Kalau dilihat, itu mulai tahun 2019 ya. Dari sinilah muncul kebijakan-kebijakan lanjutan.
Sebagai contoh, ini langkah-langkah konkrit yang dilaksanakan oleh kementerian. Menteri (Menko) Marinves itu memimpin untuk bagaimana Perpres 55 itu bisa diakselerasi dengan cepat. Itu berulang-ulang. Berikutnya dari Kementerian Perhubungan, menyikapi Perpres 55 ini juga luar biasa. Dan pada akhirnya sampai dengan saat ini, Kementerian Perhubungan sudah membuat sebuah roadmap transisi dari kendaraan konvensional ke kendaraan berbasis baterai listrik tadi.
Bentuknya seperti apa? Jadi, Kementerian Perhubungan sudah membuat roadmap untuk kendaraan transportasi umum, itu menurut tahapan waktu dan tahapan presentasi, pada tahun sekian sudah mulai terjadi pengurangan mobil konvensional sekian persen, dan pada tahun sekian sekian persen. Dan berikutnya juga demikian terhadap kendaraan-kendaraan passenger ya, kendaraan pribadi itu. Sekarang sudah dimulai dari Kementerian Perhubungan itu rental mobil listrik untuk para pegawainya eselon tertentu. Ini nanti secara bertahap, model seperti ini akan dilebarkan.