Suara.com - Agenda demokrasi Pemilu 2024 semakin terasa mendekati tahapan-tahapan utama dengan resmi terpilihnya tujuh anggota KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan lima anggota Bawaslu (Badan Pengawas Pemilihan Umum) periode 2022-2027 melalui proses di DPR RI pada pekan ini. Tinggal menunggu waktu untuk dilantik, setelah disahkan pada Rapat Paripurna DPR, Jumat (18/2/2022), para penyelenggara Pemilu itu pun harus segera bersiap menjalankan tugas-tugas berat yang menanti.
Salah satu persoalan terkait Pemilu yang sekaligus juga merupakan isu cukup penting di tengah masyarakat belakangan ini adalah masih maraknya peredaran hoaks atau misinformasi dan disinformasi. Hal ini diakui tidak saja memengaruhi kepercayaan kepada para penyelenggara Pemilu, yang sudah terlihat lewat beberapa contoh kasus, namun juga legitimasi penyelenggaraan Pemilu itu sendiri --dan pada ujungnya terhadap proses demokrasi-- jika tidak diantisipasi dan diatasi dengan baik.
Sehubungan itu, dalam acara Diskusi Publik "Kolaborasi Menangkal Hoaks jelang Pemilu 2024" yang diselenggarakan oleh CekFakta.com yang dimotori AMSI, AJI Indonesia, Mafindo dan segenap partner kolaborasinya, beberapa tokoh hadir berdiskusi membahas isu tersebut. Dalam acara yang digelar secara daring pada Rabu (16/2), itu turut berbicara Komisioner KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, bersama unsur pimpinan Bawaslu, Dewan Pers, Perludem, hingga perwakilan CekFakta.com sendiri.
Lantas, bagaimana persoalan hoaks ini dalam kaitannya dengan Pemilu dari sudut pandang KPU, serta bagaimana langkah antisipasi lembaga tersebut dalam menghadapinya? Berikut petikan penjelasan sekaligus pandangan yang disampaikan oleh I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi dalam acara tersebut, yang dituliskan ulang oleh Suara.com dalam format paparan dan tanya-jawab (wawancara):
Diskusi ini tentu memiliki makna tersendiri yang menurut saya sangat strategis, karena saat ini KPU yang masih menyelesaikan tugasnya kami sampai akhir April ini, dan KPU baru sudah terpilih tadi malam tentu mempersiapkan segala sesuatunya, sehingga ketika tahapan dimulai persiapan sudah dilakukan secara baik. Tujuannya supaya agar Pemilu dan Pilkada 2024 nanti dapat tertib, demokratis dan damai, tidak diwarnai isu-isu yang menimbulkan keresahan, pembelahan di masyarakat dan sebagainya.
Peran KPU Menyikapi Misinformasi dan Disinformasi Jelang Pemilu 2024
Jadi kalau kita lihat secara umum terkait dengan data literasi digital dan survei Kominfo 2021 kita lihat bahwa konten politik adalah konten yang paling banyak mengandung isu hoaks atau disinformasi yakni 67,2 persen, dan media yang paling banyak menyajikan hoaks adalah media sosial.
Ini tentu perlu dipikirkan antisipasi dan jalan keluarnya, saat ini KPU juga tengah melakukan upaya untuk melakukan perubahan atau melakukan perbaikan dan pembentukan sejumlah peraturan KPU yang dibutuhkan.
Salah satu yang sedang dikaji adalah peraturan KPU tentang sosialisasi pendidikan pemilih dan partisipasi masyarakat, termasuk juga tentang kampanye, jadi itu sudah masuk dalam program legislasi KPU.
Baca Juga: Ketua Umum PPAD Doni Monardo: Purnawirawan Bisa Jadi Wirausahawan Sekaligus Pahlawan
Sebagai contoh misalnya ada suatu berita atau disinformasi pada pemilu yang lalu tentang 7 kontainer surat suara yang sudah dicoblos ya, saya ingat betul ini dari pusat sampai daerah isu atau disinformasi yang luar biasa, tapi atas support berbagai pihak, teman-teman media untuk membantu KPU meskipun sedemikian luasnya, tapi bisa dijelaskan kepada publik.
Modus Kampanye Negatif dan Disinformasi di Pemilu dan Pilkada 2020
Jadi bagaimana kemudian munculnya konten ujaran kebencian, dan konten disinformasi atau hoaks, pada garis besarnya tentu ini terjadi pada media sosial. Sedangkan media mainstream saya kira sudah memiliki standar dan ada mekanisme kontrol jadi relatif terkendali.
Ini adalah tantangan kita ke depan, terlebih tahapan nanti diselenggarakan saat masa pandemi itu belum berakhir, di satu sisi ada kebutuhan untuk mendorong pemanfaatan IT dan media sosial, sejalan dengan pembatasan-pembatasan, metode sosialisasi dan kampanye tatap muka langsung.
Maka di situ juga ada tantangan bagaimana kita bersama-sama bisa melakukan upaya-upaya agar konten-konten yang ada ini juga konstruktif dalam hal melakukan edukasi ke masyarakat, dan dalam rangka juga menyampaikan informasi-informasi kepemiluan kepada pihak terkait.
Kami mencoba dari tim di Biro Parmas KPU ini memetakan gambaran, bahwa sebetulnya temuan disinformasi cenderung menurun pada Pilkada 2020 dibandingkan Pemilu 2019, tentu ini adalah konteksnya Pilkada yang kebetulan diselenggarakan di tengah-tengah pandemi.