Yohanes N Soge Makin: Mari Sama-sama Kita Bantu Pekerja Migran di Perbatasan, Jangan Hanya Sebatas Slogan

Selasa, 24 Januari 2023 | 11:59 WIB
Yohanes N Soge Makin: Mari Sama-sama Kita Bantu Pekerja Migran di Perbatasan, Jangan Hanya Sebatas Slogan
Yohanes N Soge Makin, sosok pekerja sosial yang membantu para pekerja migran. [Suara.com]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Dan itu perjalanan waktu selama hampir 3 tahun lebih, itu saya lakukan secara intens. Dan di Nunukan, saya berikan dengan cuma-cuma. Saya bawa ke tempat-tempat di mana ada titik-titik warga eks PMI itu berada, bahkan di kebun-kebun. Ada yang [baru] melahirkan, ada yang punya anak kecil. Itu saya memberikan mereka pakaian itu dengan cuma-cuma, dengan membiarkan mereka memilih sendiri yang pas dengan badan mereka. Mereka yang [pakaiannya] tidak pas, ditinggalkan untuk mereka yang lain.

Begitu juga saya bekerja sama dengan dinas sosial untuk mendapatkan bantuan sembako dan juga keperluan-keperluan lain. Hanya, sederhana sekali, tapi saya merasa itu sangat membantu. [Lalu] Termotivasi saya untuk bisa melakukan yang lebih banyak. Maka saya akhirnya mulai melihat betapa pentingnya pendidikan anak-anak. Saya didirikan sekolah itu di pedalaman Malaysia. Ada sebuah sekolah yang saat ini sudah masuk di lini CLC, dan itu memang kita mulai dari bawah, memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat PMI kita [soal] betapa pentingnya pendidikan. Dan itu pun sangat sulit sekali pak. Tetapi itulah, dengan kepiawaian saya, kesabaran saya mendampingi, memberikan pemahaman betapa pentingnya masa depan anak, akhirnya memang [walau awalnya] ada yang tidak mau, ada yang mau menyekolahkan anak.

Kemudian saya tidak biarkan di situ. Saya tangkap yang tamat SMP [untuk] masuk di sekolah SMA Katolik di Nunukan, dengan catatan bahwa ini adalah anak-anak TKI. Maka mulai membantu dengan ordo yang ada di sana. "Para suster, mari kita bangun sebuah panti untuk bisa menitipkan anak-anak yang dari seberang (Malaysia), yang orang tuanya jauh, biar kita amankan mereka di sini." Dan, itu akhirnya ada respons positif dari para suster, kita boleh membangun itu --dan sekarang sudah menjadi tempat yang aman bagi anak-anak TKI.

Seiring dengan berjalannya waktu, saya masih memiliki kerinduan untuk mau bagaimana menghadirkan negara ini di Nunukan. Akhirnya saya melihat sebuah ruang, sebuah kesempatan, saya harus mendirikan rumah singgah. Walaupun saya tidak punya, tapi mungkin teman-teman lain, ada sesama saudara yang mau membantu. Saya cetuskan itu untuk mulai dari bawah membangun rumah itu, dan jadilah sebuah rumah yang layak untuk bisa dihuni oleh warga kita yang sangat membutuhkan.

Tadinya saya mau supaya menampung orang-orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Orang-orang gila itu terlalu banyak di Nunukan, dan itu butuh perhatian dan butuh kepedulian bagi mereka. Bagaimana untuk mereka ini direkrut, dirangkul. Apakah nanti kita lanjutkan ke tempat pemulihan, ataukah kita kirim pulang ke kampung halaman, ataukah bagaimana model pelayanannya. Itu yang saya pikirkan. Maka saya lakukan tempat itu, untuk bisa dapat melakukan pelayanan ini.

Dan bersyukur kepada Tuhan, ada sebuah organisasi internasional, IOM, dengan melihat saya melakukan pelayanan ini, mereka juga merasa bahwa kalau boleh dibantu. Maka kita lakukan kemitraan, kerja sama yang baik. Saya dimasukkan ke dalam Tim Satgas Penanganan TPPO, untuk bisa diikutkan pelatihan-pelatihan bagaimana melihat situasi, kondisi dan penanganan persoalan seperti itu, dan akhirnya terlibat di dalamnya.

Waktu berjalan, sedemikian [sampai] hampir dekat belasan tahun, itu saya mulai bekerja sama dengan pemerintah. Masuk di lininya pemerintah dengan stakeholder yang ada di Kabupaten Nunukan. Tentunya dengan mendapatkan SK dari bupati untuk bisa mempunyai ruang gerak yang resmi, yang tidak ilegal, atau dibilang "calo" --begitu bahasa kasarnya. Akhirnya saya mulai berkiprah, bekerja sama dengan pemerintah, kita melakukan pelayanan-pelayanan seperti ini.

Dan sampai saat ini, begitu banyak para deportan yang dikirim tetap mereka mendapatkan pelayanan yang prima. Bahkan ODGJ itu merupakan bagian saya, saya yang menanganinya. Apakah itu saya simpan dia di rumah, ataukah seperti apa, saya melakukan itu. Karena memang mungkin saya punya kharisma sendiri untuk melakukan penanganan terhadap ODGJ ini. Dan itu nyata. Kalau ada orang yang begitu, dia tidak sembuh total di situ, tapi paling tidak dia bisa dapat saya uruskan untuk pulang ke kampung. Ada beberapa yang kita kirim ke Samarinda untuk mengikuti pemulihan, dan itu syukur alhamdulillah, saya bersyukur karena itu bisa terjadi.

Menarik yang ODGJ ini. Itu mereka apakah juga bagian dari TKI atau pekerja migran?

Baca Juga: Debryna Dewi Lumanauw dan Harapan Adanya Kesetaraan Gender serta Kesetaraan Healthcare

Memang tadinya di dalam penjara, kemudian dengan persoalan yang bertubi-tubi, [mengalami] tekanan batin mereka. Kemudian tempat tidurnya juga tumpang tindih, tidak ada suasana yang bisa menjamin ketenangan hidup mereka. Akhirnya dari situ mereka mulai stres kemudian yang berlebihan, akhirnya dikatakan sebagai orang gila.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI