Eksklusif: Strategi Kominfo Hadapi Bonus Demografi dan Ledakan AI di Indonesia

Senin, 11 November 2024 | 14:42 WIB
Eksklusif: Strategi Kominfo Hadapi Bonus Demografi dan Ledakan AI di Indonesia
Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria di Kantor Suara.com, Jakarta. (Foto dok. Suara.com)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan mengalami perkembangan begitu pesat.  sejumlah pihak memprediksi kehadiran AI akan menjadi disrupsi kedua, setelah kehadiran platform sosial media.

Gegap gempita AI ini akan semakin terasa pada beragam aktivitas di tahuh-tahun mendatang.  Dan Indonesia tidak luput dari sasaran dan obyek kemajuan teknologi ini.

Bagian dari pemanfaatan AI ini,  Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria mengatakan di dalam negeri sendiri, AI tengah menjadi perbincangan dalam 10 tahun terakhir. Kendati, kata dia, AI bukan merupakan teknologi baru di dunia.

Menurut Nezar, kekinian AI menjadi ramai diperbincangkan lantaran teknologi itu meluas dengan melakukan penetrasi ke produk-produk yang digunakan secara massal oleh publik.

Baca Juga: Nezar Patria Sanjung Budi Arie, Sebut Tak Ada yang Berani Jabat Menkominfo saat Ada Korupsi BTS 4G

Melalui wawancara bersama tim Podkagama dan Suara.com, Nezar memberikan penjelasan hal-hal berkaitan dengan perkembangan AI di Indonesia.

Apa yang akan dilakukan oleh Kementerian atau Kominfo dalam menyambut atau memanen potensi (Artificial Intelligence) ekonomi ini Bang Nezar?

Kemunculan AI di Indonesia tentu saja sama seperti banyak negara yang mengadopsi teknologi AI ini. Kita dalam fase saat ini adalah bagaimana melakukan alignment regulasi dengan pertumbuhan teknologi. Termasuk bagaimana kita melihat pertumbuhan AI ditingkat global saat ini.

Sebagai regulator, dalam hal ini kominfo, punya satu gawean besar mensukseskan transformasi digital di Indonesia, tentu saja AI menjadi salah satu bagian dari cutting edge teknologi yang memang harus mendapat perhatian itu, pertumbuhannya, adopsinya untuk apa, masyarakat gitu ya, dan bagaimana bisa menjadi enable untuk pertumbuhan ekonomi digital.

Bagaimana melihat potensi dari digital ekonomi dari komunikasi informatika sebagai variabel kunci untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang 8 persen?

Baca Juga: Nezar Patria Menghadap Prabowo di Kertanegara, Langsung Dapat Arahan Ini

Proyeksi ataupun ekspetasi terhadap pertumbuhan ekonomi 8 persen dan bagaimana ekonomi digital bisa memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan itu. Saya kira sangat menarik untuk didiskusikan dan sangat potensial untuk dikembangkan juga.

Tadi kan sudah dikutip ya bahwa pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia sekitar 366 miliar USD. Nah itu dari Indonesia, tapi lihat juga di kawasan. Pertumbuhannya di tahun yang sama di 2030 itu mencapai 1 triliun USD. Itu artinya di angka 1 triliun, itu 366 miliar dikontribusikan oleh Indonesia.

Indonesia 30 persen?

Jadi nyaris 40 persen itu dikontribusikan oleh Indonesia, tentu saja karena populasi kita paling besar dan kegiatan e-commerce kita juga yang paling ramai. Ini menunjukkan bahwa room to grow-nya itu, itu masih besar sekali gitu. Apalagi kita ini kan masih at early distage juga mengadopsi teknologi AI.

Namun pekembangan teknologi ini lompatannya kadang tidak terduga. Misalnya, dalam AI saja dalam satu tahun kita bisa melihat perubahan dari pemain yang pertama masuk, seakan-akan dia yang mempolopori, tiba-tiba ditimpa lagi dengan satu pemain lain yang menawarkan teknologi yang jauh lebih maju. Ya semuanya bubar dan perlombaan ini tanpa never ending juga gitu ya.

Siapa yang akan menjadi dominan, tetapi dalam hal ini, kita melihat bagaimana regulasi-regulasi yang hadir nantinya itu. Satu, dia tidak menghambat inovasi. Yang kedua, dia mempromosikan aktivitas terus juga menjaga satu level of playing field yang sama gitu.

Pertanyaan yang tadi, bagaimana kita bisa sampai ke pekerjaan yang lapangan pekerjaan untuk 19 juta orang dan juga pertumbuhan ke yang 8 persen?

Saya kira yang pertama ya yang harus kita siapkan adalah keandalan infrastruktur yang kita punya. Saya kira ini menjadi suatu hal yang terfundamental untuk mengadopsi perkembangan AI, karena AI hanya bisa bekerja kalau big data itu terkonsolidasi dengan baik. Big data hanya bisa dikumpulkan kalau konektivitas itu juga baik iya kan?

Jadi semuanya tuh berada dalam satu ekosistem itu. Jadi ada konektivitas, konektivitas ada data flush di situ. Data flush itu ada dikonsulidasikan lewat apa cloud computing. Lalu cloud computing ini ya basisnya big data nantinya.

Dan big data ini menjadi makanan buat AI untuk diolah. Ada algoritmanya dan lain sebagai macemnya, dan bagaimana kemudian dia diaposi oleh industri oleh sektor-sektor masyarakat yang menggunakan AI ya, untuk memperlancar kegiatan mereka gitu. Di perdagangan, transportasi, bahkan di pertanian kan digunakan oleh penduduk-penduduk yang ada di desa-desa.

Saya kira ada beberapa perusahaan global kayak Microsoft, misalnya bapak mengembangkan satu platform yang berbasis.

Generate tvs sama open AI

Sama open AI ya, sama open AI itu dia, dia mengembangkan 1 LLM yang mencoba mengolah bahasa-bahasa lokal gitu ya sehingga interaksi antara satu petani. Misalnya di Bangkok atau di mana lah satu desa di Thailand bagian Selatan, dia bisa berkomunikasi dengan petani di Blora, misalnya gitu. Untuk mungkin perdagang dan lain sebagainya.

Jadi, artinya komunikasi end to end gitu ya, dengan tadinya agak terhalang oleh bahasa, sekarang itu bisa diterobos karena dengan platform itu dia bisa bicara dan langsung diterjemahkan. Yang ada di layar masing-masing adalah bahasa masing-masing gitu loh. Padahal mereka bicara dalam bahasa yang berbeda.

Saya dapat informasi sepertinya Kominfo akan membuat regulasi, rencana untuk regulasi itu seperti apa?

Ya kita berencana untuk melakukan pemantapan dalam soal regulasi ini ya. Tadinya hanya surat edaran yang mengatur etika ya, pengembangan AI. Kita naikkan lagi, ini lagi dibahas. Apakah kita akan mengeluarkan permen, peraturan menteri atau nanti kita akan naikkan ke peraturan presiden atau mungkin kita mengusulkan satu pembentukan undang-undang untuk pengembangan artificial intelligence.

Nah, kalau ditahap undang-undang kita akan bicara lebih luas lagi karena dia kan merangkum begitu banyak stakeholder di sini dan area yang mungkin akan diatur gitu.

Mungkin di peraturan presiden itu juga bisa gitu ya, terutama untuk mengatur adopsi AI di tingkat horizontal maupun vertikal.

Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria di Kantor Suara.com, Jakarta. (Foto dok. Suara.com)
Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria di Kantor Suara.com, Jakarta. (Foto dok. Suara.com)

Tadi disampaikan dinamika teknologinya kan cepat sekali ya, bagaimana kemudian regulasi juga ikut mengimbangi?

Ini masih dalam pembahasan. Kita lihat mana yang lebih efektif gitu. Tetapi kita kan nggak bikin patokan Oktober lalu, karena Oktober kita lalu kejar.

Tapi kan kita berbasiskan kebutuhan ya, kebutuhan gitu loh kebutuhan dan dinamika yang ada gitu loh. Jadi kita monitoring terus bagaimana adopsi AI ini dilakukan oleh industri.

Ada persoalan-persoalan apa saja yang sangat urgen, sangat mendesak untuk diselesaikan dengan dan dibutuhkan satu regulasi yang lebih tinggi, misalnya gitu. Nah itu tapi kita antisipasi ini dalam pembahasan, satu peraturan yang mungkin bisa jadi permen atau diadopsi jadi perpres.

Apa saja program-program yang kemudian Kominfo melihat ini critical untuk menyiapkan talenta-talenta digital dan juga eh ekosistemnya?

Ya ini saya kira sangat strategis, karena kalau kita bicara 2030 itu kan enggak jauh lagi ya, enggak lama lagi maksud saya sekarang 2024, ya 6 tahun lagi sudah 2030. Dan dalam waktu 6 tahun itu sejak sekarang, tentu saja persiapan-persiapan itu harus dilakukan dengan cukup matang ya.

Dan kalau kita lihat juga secara demografi, sepertinya bonus demografi itu datang lebih awal dari yang kita yang kita proyeksikan tadinya di mulai pintu gerbangnya itu di 2030 sampai 2045 ya Indonesia emas ya, betul.

Nah, tentunya kita harus siap, karena momentumnya agak panjang jadi kalau kita mulai 2030 bisa sampai 2045, bahkan mungkin sampai 2050 kita itu masih punya satu lapisan generasi muda usia produktif dengan jumlah yang besar di masyarakat, dan ini adalah tenaga labour forces yang cukup produktif.

Kita harapkan bisa menopang pertumbuhan ekonomi. Kalau digabungkan itu dari 17 tahun sampai kira-kira 45 tahun itu nyaris 60 persen itu jumlahnya.

Jadi cukup besar dan ini tentu saja menjadi mesin penggerak yang luar biasa. Tapi jangan lupa, itu juga kita menghadapi satu titik kritikal yang sangat penting.

Apakah dengan adopsi teknologi ini bisa memacu transfer of knowledge dan transfer of technology? Jika tidak, maka sebetulnya kita tidak melakukan banyak hal dalam inovasi dan lain sebagai macamnya. Dan kalau itu tidak kita kerjakan maka kita enggak bisa keluar dari middle income gitu kan jadi ya kita begini-begini aja gitu.

Dan tentu saja dengan jumlah labour forces atau angkatan kerja yang begitu besar, begitu produktif ya hal-hal yang sangat unpredictable bisa terjadi di sana gitu.

Jadi kita harus waspadai, kita harus antisipasi ya dampak-dampak negatif dari perkembangan demografi yang mungkin tidak terkelola dengan baik sehingga ada, misalnya potensi kerawanan sosial karena lapangan pekerjaan yang sedikit dan lain sebagai macamnya itu.

Jadi ini adopsi teknologi ini juga sangat kritikal dan sangat menyentuh perjalanan bangsa juga nih menuju 2045 gitu. Makanya saya kira persiapan-persiapan itu harus dilakukan sejak sekarang gitu ya. Misalnya apa yang dilakukan oleh Kominfo dengan program literasi digital.

Program literasi digital, lalu yang kedua kita menyiapkan digital talent scholarship untuk membekali generasi muda kita dengan berbagai macam program, pemantapan pengetahuan, dan keterampilan teknologi digital. Jadi baik mereka yang sekolahnya lulusan SMA atau dia di sekolah-sekolah vokasi gitu, kita coba berikan paket-paket kursus.

Lalu ada lagi digital leadership academy. Nah di antara digital talent scholarship dan digital leadership academy ini ada serangkaian program-program lain gitu ya yang sifatnya vokasional. Mah itu untuk membantu penguatan kapasitas sumber daya manusia kita.

Untuk program startup sama Gen Z, Kominfo melihat itu dan program-program apa yang di-introduce?

Ya kita melihat pertumbuhan-pertumbuhan ini dan kominfo bersama pertumbuhan startup Indonesia kita, kita buat program gerakan 1.000 start. Iya, lalu kita punya yang namanya level-level gitu ya dari namanya basic studio sampai dengan ke hub ID gitu ya.

Ya itu satu level di mana, startup ini dari yang beta ke sampai ke The Hub ID ini, ini ada satu journey yang dilewati oleh startup ini ya. Nah di tingkat yang namanya Hub ID mereka akan kita pertemukan dengan para investor gitu loh.

Sekarang ini ada sekitar sekitar 2.300-an startup yang dipindah sama Kominfo, di dalam ekosistem, dan memang success rate dari startup ini ya dia bisa mentas menjadi unicorn ataupun dia bisa stabil lah atau bisa dia sustain dengan kemampuannya sendiri.

Itu memang kecil, rata-rata 2 sampai 3 persen, tapi ini umum di dunia juga bukan berarti bahwa kalau dia belum mentas jadi unicorn dia nggak sukses. Itu nggak begitu juga karena begitu banyak startup-startup yang ada di middle tetap sustain dan terus bergerak gitu.

Dia memang belum jadi unicorn, tapi dia cukup mampu untuk menyerap tenaga kerja dan memberikan semangat dan dia ikut memberikan warna untuk pengembangan-pengembangan teknologi dan kebanyakan anak-anak muda kita itu cukup serius untuk masuk ke sana. Dan mereka yakin bahwa mereka akan jadi yang terbaik mungkin 10-15 tahun lagi gitu ya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI