Wawancara Eksklusif: Sandyawan Bongkar Rekomendasi TGPF yang Diabaikan Negara

Kamis, 26 Juni 2025 | 17:52 WIB
Wawancara Eksklusif: Sandyawan Bongkar Rekomendasi TGPF yang Diabaikan Negara
Aktivis Sosial, Mantan Anggota TGPF Sandyawan Sumardi. [Suara.com/AI-ChatGPT]

Tim ini dipimpin oleh Pak Marzuki Darusman. Selain perwakilan lembaga negara, ada juga wakil-wakil dari masyarakat sipil seperti KH Said Aqil Siroj, saya sendiri, Ibu Saparinah Sadli dari Komnas HAM saat itu, dan almarhum Asmara Nababan.

TGPF juga punya hak untuk meminta dokumen rahasia dari lembaga negara terkait. Prosesnya sangat ketat dan lama, dengan sistem verifikasi dan pendataan yang serius.

Kalau Fadli Zon tidak percaya pada hasil temuan ini, saya kira itu lebih karena isi rekomendasinya menyentuh langsung eksistensi politik tokoh-tokoh pemerintahan saat ini. Dalam laporan itu, misalnya, disebutkan keterlibatan Letjen Prabowo (saat itu Panglima Kostrad), dan juga Jenderal Sjafrie Sjamsoeddin.

Apa saja rekomendasi yang diajukan TGPF kepada pemerintah?

Rekomendasi utama TGPF waktu itu adalah perlunya penyelidikan lebih lanjut ke arah proses yudisial. Artinya, dari penyelidikan harus masuk ke tahap penyidikan.

Selain itu, pemerintah juga didesak memberikan jaminan keamanan terhadap saksi dan korban, membentuk program perlindungan saksi dan korban (Victim and Witness Protection Program), serta menyusun undang-undang untuk mencegah kejadian serupa terulang.

Rekomendasi lain adalah memberikan rehabilitasi dan kompensasi kepada korban, meratifikasi konvensi internasional anti-diskriminasi rasial, dan terakhir, membersihkan semua bentuk premanisme di masyarakat, termasuk melarang penggunaan atribut militer oleh organisasi massa yang cenderung mengarah ke paramiliterisme.

Sayangnya, banyak dari rekomendasi ini belum dipenuhi hingga kini.

Apakah laporan TGPF ini bisa diverifikasi kebenarannya secara dokumentatif dan hukum?

Baca Juga: Aksi Boneka Babi di Kemendikbud: Protes Gelar Pahlawan Soeharto dan Pernyataan Fadli Zon Soal '98

Tentu bisa. Laporan TGPF sudah dipublikasikan ke masyarakat, dan selain ringkasan eksekutif yang beredar, ada enam setengah bendel dokumen yang sangat tebal. Di situ tercatat seluruh proses investigasi, termasuk wawancara terhadap hampir semua pejabat militer kala itu: Jenderal Prabowo, Jenderal Sjafrie, Jenderal Wiranto, dan bahkan Zacky Anwar Makarim, Kepala BIA (Badan Intelijen ABRI) saat itu.

Jadi, kalau Fadli Zon menyatakan tidak percaya hanya karena dia tidak terlibat dalam prosesnya, itu tidak bisa dijadikan alasan untuk menyangkal kebenarannya.

Bagaimana dengan jumlah korban kekerasan seksual yang disebutkan dalam laporan? Apakah itu bisa dikategorikan sebagai pemerkosaan massal?

Jumlah yang diverifikasi TGPF, yang juga sebelumnya dikumpulkan oleh Tim Relawan Kemanusiaan tempat saya menjadi koordinator, memang menunjukkan 85 perempuan menjadi korban kekerasan seksual.

Dari jumlah itu, 52 korban adalah korban pemerkosaan, 14 adalah korban pemerkosaan disertai penganiayaan, 10 korban mengalami serangan seksual, dan 9 korban mengalami pelecehan seksual.

Memang ada perbedaan definisi antara hukum Indonesia dan standar internasional. Menurut ketentuan PBB, semua bentuk kekerasan seksual, termasuk pelecehan, masuk dalam kategori pemerkosaan. Tapi TGPF mengikuti hukum Indonesia, yang membedakan secara tegas antara pemerkosaan dan pelecehan.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI