“Yang dilakukan itu hanya pengawasan, di mana ada anjuran agar truk-truk ODOL di jalan-jalan umum itu sebaiknya beroperasi di malam hari saja. Terhadap truk-truk ODOL juga hanya dilakukan pengecatan saja pada batas normalnya,” ujarnya.
Kebertan yang sama juga dismapaikan Wakil Korda Lampung PSTI Jakabare, Tirta Kiki. Dia mengatakan pelarangan truk-truk ODOL ini jelas sangat memberatkan para sopir truk.
“Kita akan terganggu dengan keluarnya kebijakan Zero ODOL ini. Untuk driver-driver Lampung, kita tidak bisa melaksanakan aturan ini,” tuturnya.
Menurutnya, sopir-sopir truk di Lampung kebayakan bekerja di perusahaan. Jadi, selama ini sistem kerjanya juga mengikuti aturan perusahaan yang menerapkan sistem tonase.
“Dengan ODOL saja, angkutan itu minim sekali penghasilannya. Apalagi harus mengikuti Zero ODOL. Jadi, penyesuaian dari pertauran itu harusnya tidak diambil dari sisi pandang mereka saja, tapi harus memahami kenyataan sopir di lapangan juga,” katanya.
Dia mengatakan jika kebijakan Zero ODOL ini tetap akan dilaksanakan pada awal 2023, para sopir truk di Lampung ini akan otomatis berhenti bekerja.
“Hal itu bisa menyebabkan pasokan sagu ke Jakarta dan Pulau Jawa akan terganggu. Karena, truk-truk dari Lampung ini kebanyakan memuat sagu untuk dipasok ke Jakarta dan Pulau Jawa,” tukasnya.
Untungnya, dia juga mengatakan hingga kini belum ada penindakan-penindakan dilakukan terhadap truk-truk ODOL di Lampung. Bahkan, menurutnya, Dishub Lampung juga sudah menyatakan bahwa kebijakan Zero ODOL ini belum bisa diterapkan hingga tahun 2024 mendatang.
Baca Juga: Pakar Sebut Kebijakan Zero ODOL Tidak Bisa Dirumuskan Sepihak