Jokowi Pamer Pertumbuhan Ekonomi, Ekonom Justru Sebaliknya: Berada di Titik Nadir

Selasa, 21 Mei 2024 | 16:35 WIB
Jokowi Pamer Pertumbuhan Ekonomi, Ekonom Justru Sebaliknya: Berada di Titik Nadir
Presiden Joko Widodo alias Jokowi membeberkan upaya yang telah dilakukan Indonesia dalam memperkuat infrastruktur air di hadapan delegasi KTT World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali. (tangkapan layar/Novian)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Presiden Jokowi bersama jajarannya ramai-ramai membanggakan pertumbuhan ekonomi RI kuartal I 2024 yang mencapai di atas 5 persen atau tepatnya 5,1 persen.

Namun, Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin mengatakan yang terjadi justru sebaliknya, ekonomi sedang dalam kondisi rapuh dan berada di titik nadir.

“Makanya saya memberikan judul bahwa Indonesia saat ini sedang di titik nadir, dan perlu upaya yang luar biasa serius untuk mengeluarkan Indonesia dari titik nadir," ujar Wijayanto dalam diskusi virtual berjudul 'Koalisi Besar Bisa Menuju Demagog Otoriter', ditulis Selasa (21/ 5).

Pria yang juga Co-Founder & Advisor Paramadina Public Policy Institute itu mengatakan pemerintah selalu melakukan pengungkapan ke publik tentang hal-hal baik. Menurutnya, ini bagai sisi mata uang—hanya satu sisi baik yang ditampilkan, padahal nyatanya ada sisi buruk yang disembunyikan.

Wijayanto menyebut setidaknya ada empat alasan utama perekonomian Indonesia sedang tidak baik-baik saja.

Pertama, terlalu bergantungnya Indonesia kepada sumber daya alam dalam urusan ekspor.

Padahal, negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Kamboja sudah mulai mendiversifikasi ekspor bahkan mengekspor teknologi-teknologi canggih.

"Kita justru berjalan mundur, lebih banyak memproduksi barang-barang mentah, komoditas, sumber daya alam. 38 persen ekspor kita itu enam komoditas, yakni migas (minyak bumi dan gas), CPO (minyak sawit mentah), batu bara, tembaga, dan nikel," terangnya.

Kedua, walau pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2024 termasuk tinggi di atas 5 persen, menurutnya itu karena faktor bulan Ramadan dan Pemilu.

Baca Juga: Meninggalnya Presiden Iran Bisa Bikin Harga Kebutuhan Naik, Jokowi Mulai Was-was

Ia meyakini jikalau faktor tersebut dikeluarkan dari PDB, maka PDB Indonesia akan rendah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI