Suara.com - Setya Novanto, salah satu tokoh politik Indonesia yang pernah menjabat sebagai Ketua DPR, kembali menjadi sorotan publik setelah menerima remisi khusus Idulfitri saat menjalani hukuman atas kasus korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP). Berikut adalah ulasan kasus korupsi Setya Novanto dan kerugian yang ditimbulkannya.
Pemberian remisi ini menambah deretan keringanan hukuman yang telah ia terima sejak dipenjara, menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat.
Remisi hari raya memang menjadi hak bagi narapidana yang memenuhi syarat administratif, tetapi dalam kasus koruptor kelas kakap seperti Setya Novanto, hal ini selalu menuai perdebatan terkait keadilan hukum di Indonesia. Berikut ulasan selengkapnya.
Perjalanan Kasus Korupsi Setya Novanto
Setya Novanto pertama kali ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 17 Juli 2017. Namun, status tersebut sempat dibatalkan oleh hakim praperadilan Cepi Iskandar pada 29 September 2017, dengan alasan bahwa penetapan tersangka tidak sah karena dilakukan di awal penyidikan.
Tidak berhenti di situ, KPK kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka pada 10 November 2017 setelah melakukan penyelidikan baru.
Upaya hukum Setya terus berlanjut dengan gugatan praperadilan kedua. Namun, pada 13 Desember 2017, ketika sidang putusan praperadilan akan digelar, sidang pokok perkara Setya Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juga dimulai. Dengan demikian, gugatan praperadilan otomatis gugur.
Pada akhirnya, pengadilan menjatuhkan vonis 16 tahun penjara kepada Setya Novanto. Hukuman tersebut lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
Selain itu, ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar US$ 7,3 juta (sekitar Rp 101 miliar) serta dikenai pencabutan hak politik selama lima tahun. Setelah divonis, Setya menjalani hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, yang dikenal sebagai penjara mewah bagi koruptor.
Baca Juga: CEK FAKTA: Benarkah Keluarga Jokowi Terlibat Korupsi Pertamina?
Kerugian Akibat Korupsi Setya Novanto
Kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto terbilang sebagai salah satu skandal korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia. Ia terbukti berperan dalam pengaturan proyek senilai Rp 5,9 triliun yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun.
Perjalanannya dalam menghadapi proses hukum pun penuh dengan drama, mulai dari gugatan praperadilan, upaya menghindari pemanggilan dengan alasan sakit, hingga insiden kecelakaan mobil yang diduga sebagai cara untuk menghindari pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pada akhirnya, pengadilan menjatuhkan vonis 16 tahun penjara kepada Setya Novanto dengan tambahan hukuman berupa denda, uang pengganti sebesar US$7,3 juta, serta pencabutan hak politik selama lima tahun.
Beberapa Kali Dapat Remisi
Selama menjalani hukuman, Setya Novanto beberapa kali mendapatkan remisi. Kini, meskipun menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin, Setya Novanto masih mendapat berbagai fasilitas, termasuk remisi yang diberikan pada momen tertentu seperti Idulfitri.
Sebelumnya, Setya Novanto menerima remisi khusus Idulfitri sejak tahun 2023, dengan potongan masa hukuman sebesar 30 hari setiap tahunnya. Pada peringatan HUT ke-78 RI pada 17 Agustus 2023, ia juga mendapatkan remisi selama 90 hari atau tiga bulan.
Pada Idulfitri 2025, Setya kembali menerima remisi, meskipun jumlah pastinya belum diungkap oleh pihak Lapas Sukamiskin. Secara keseluruhan, dalam momen Idulfitri 2025, ada 288 narapidana kasus korupsi yang menerima potongan masa hukuman, termasuk Setya Novanto.
Kekayaan Setya Novanto
Selain menerima remisi, perhatian publik juga tertuju pada jumlah kekayaan Setya Novanto yang tetap besar meskipun telah divonis bersalah.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) saat ditangkap, total asetnya mencapai lebih dari Rp 114,7 miliar, yang terdiri dari berbagai properti, kendaraan mewah, dan aset lainnya.
Dengan jumlah tersebut, ia masih mampu membayar uang pengganti sebesar USD 7,3 juta atau sekitar Rp 101 miliar. Namun, sisa kekayaannya tetap signifikan, menimbulkan pertanyaan mengenai dampak nyata dari hukuman yang dijatuhkan terhadapnya serta efek jera yang seharusnya timbul dari kasus korupsi sebesar ini.
Demikianlah ulasan tentang kasus korupsi Setya Novanto yang baru-baru ini kembali mendapatkan remisi hukuman.
Kontributor : Dini Sukmaningtyas