Pertumbuhan ekonomi di negara maju dan negara berkembang lainnya juga diprakirakan akan melambat, dipengaruhi dampak langsung dari penurunan ekspor ke AS dan dampak tidak langsung dari penurunan volume perdagangan dengan negara-negara lain.
Perang tarif dan dampak negatifnya terhadap penurunan pertumbuhan AS, Tiongkok, dan ekonomi dunia memicu peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global serta mendorong perilaku risk aversion pemilik modal.Yield US Treasury menurun dan indeks mata uang dolar AS terhadap berbagai mata uang dunia (DXY) melemah, di tengah peningkatan ekspektasi penurunan Fed Funds Rate (FFR).
Aliran modal dunia bergeser dari AS ke negara dan aset yang dianggap aman (safe haven asset), terutama ke aset keuangan di Eropa dan Jepang serta komoditas emas.
Sementara itu, aliran keluar modal global dari negara berkembang masih berlanjut sehingga memberikan tekanan terhadap pelemahan mata uangnya. Memburuknya kondisi global tersebut memerlukan penguatan respons dan koordinasi kebijakan untuk menjaga ketahanan eksternal, mengendalikan stabilitas, dan mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri.
Selain itu, neraca pembaysran Indonesia (NPI) tetap baik sehingga mampu mendukung ketahanan eksternal. Surplus neraca perdagangan berlanjut pada Maret 2025 sebesar 4,3 miliar dolar AS, meningkat dibandingkan dengan surplus bulan sebelumnya sebesar 3,1 miliar dolar AS.