Jumlah Penduduk Indonesia Berpotensi Makin Menyusut? LD FEB UI Ungkap Studi Terbaru

M Nurhadi Suara.Com
Kamis, 15 Mei 2025 | 15:19 WIB
Jumlah Penduduk Indonesia Berpotensi Makin Menyusut? LD FEB UI Ungkap Studi Terbaru
Lembaga Demografi FEB UI Rilis Hasil Studi Policy Dialogue: Masa Depan Penduduk Indonesia: Kebijakan dan Strategi untuk Menghadapi Potensi Depopulasi

Bertepatan dengan peringatan Hari Keluarga Internasional, Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) kembali menyerukan betapa krusialnya peran keluarga dalam agenda pembangunan nasional dan pengendalian jumlah penduduk.

Salah satu langkah investasi paling strategis dalam konteks ini adalah melalui perencanaan keluarga yang komprehensif, termasuk dalam hal penentuan jumlah anak yang diinginkan dalam sebuah keluarga.

Fenomena menarik yang saat ini tengah terjadi di Indonesia adalah kecenderungan banyak keluarga untuk memilih memiliki jumlah anak yang lebih sedikit. Hal ini tercermin dari penurunan tingkat kelahiran yang terpantau di beberapa wilayah.

Lebih lanjut, kondisi ini berjalan beriringan dengan fenomena ageing population, di mana proporsi penduduk lanjut usia dalam struktur keluarga semakin meningkat. Kombinasi kedua tren ini pada akhirnya memicu perubahan signifikan dalam komposisi dan dinamika internal keluarga di Indonesia.

LD FEB UI menekankan bahwa keputusan keluarga terkait jumlah anak dipengaruhi oleh beragam faktor sosial dan ekonomi yang kompleks. Oleh karena itu, upaya pengendalian penduduk melalui program perencanaan keluarga harus bersifat personalized dan adaptif, disesuaikan dengan kondisi sosial dan demografi yang unik di setiap wilayah. 

Jika tren penurunan kelahiran ini tidak diidentifikasi dan direspon dengan kebijakan yang tepat sasaran, Indonesia berpotensi menghadapi ancaman depopulasi di sejumlah daerah dalam beberapa waktu mendatang. Isu krusial mengenai potensi depopulasi inilah yang menjadi fokus utama dalam hasil studi terbaru yang dilakukan oleh LD FEB UI.

Sebagai respons terhadap isu ini, LD FEB UI meluncurkan hasil studi mereka dalam bentuk policy brief yang berjudul: “Masa Depan Penduduk Indonesia: Kebijakan dan Strategi untuk Menghadapi Potensi Depopulasi”. Studi mendalam ini telah dilaksanakan sejak November 2024 dengan menggunakan pendekatan kualitatif melalui serangkaian diskusi kelompok terarah (Focus Group Discussion atau FGD) yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan di tingkat nasional dan daerah.

Temuan utama dari studi ini menggarisbawahi bahwa isu depopulasi di Indonesia masih menjadi ancaman nyata dalam jangka panjang. Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah potensi terjadinya depopulasi dalam waktu yang relatif dekat di beberapa daerah tertentu, seperti DKI Jakarta yang diproyeksikan mengalami depopulasi pada tahun 2026 dan Bali pada tahun 2046.

Salah satu faktor pendorong utama yang akan memicu kondisi depopulasi ini adalah tingkat kelahiran yang rendah dan terus menurun dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, studi ini merekomendasikan perlunya implementasi kebijakan yang bersifat medis maupun non-medis yang bertujuan untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan angka kelahiran guna mencegah potensi terjadinya depopulasi di berbagai wilayah Indonesia.

Baca Juga: UI Minta Bahlil Revisi Disertasi Bukan Batalkan, Rektor: Kita Membina Bukan Membinasakan

Ancaman Depopulasi: Belajar dari Pengalaman Negara Lain

Depopulasi didefinisikan sebagai kondisi ketika suatu wilayah mengalami pertumbuhan penduduk yang negatif, di mana jumlah kematian melebihi jumlah kelahiran dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan penduduk yang negatif dapat menimbulkan berbagai dampak serius terhadap aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat. Negara-negara seperti Jepang dan Korea Selatan telah lebih dulu merasakan dampak buruk dari depopulasi.

Kedua negara tersebut telah mengalami penurunan jumlah penduduk dan menghadapi berbagai konsekuensinya, mulai dari peningkatan rasio ketergantungan (jumlah penduduk usia produktif yang menanggung penduduk usia non-produktif), kekurangan tenaga kerja yang signifikan, perlambatan pertumbuhan ekonomi, hingga potensi hilangnya warisan budaya akibat menurunnya jumlah generasi muda. Bahkan, di Jepang, rendahnya angka kelahiran dan penurunan jumlah penduduk telah menyebabkan banyak sekolah di wilayah pedesaan terpaksa digabungkan atau ditutup setiap tahunnya.

Turro Wongkaren, seorang Peneliti LD FEB UI, dalam forum FGD Policy Dialogue yang diselenggarakan di Jakarta pada 11 Desember 2024, menyampaikan pandangannya mengenai potensi dampak depopulasi di Indonesia. “Depopulasi berpotensi menimbulkan dampak yang sangat luas, mencakup berbagai sektor vital seperti ekonomi, sosial-politik, infrastruktur, hingga inovasi. Dari sudut pandang ekonomi, penurunan jumlah tenaga kerja dan perubahan komposisi penduduk dapat meningkatkan angka ketergantungan dan memberikan tekanan yang besar pada sistem jaminan sosial. Dari sisi sosial-politik, masuknya migran akibat kekurangan tenaga kerja dapat memicu gesekan budaya jika tidak dikelola dengan bijak. Selain itu, infrastruktur seperti sekolah dapat menjadi tidak terpakai, layanan publik perlu beradaptasi, dan tekanan untuk berinovasi juga berpotensi menurun seiring dengan menyusutnya jumlah penduduk,” jelas Turro Wongkaren.

Meskipun hasil proyeksi penduduk berdasarkan Sensus Penduduk 2020 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Indonesia secara nasional diperkirakan belum akan mengalami depopulasi hingga tahun 2050, indikasi awal menuju kondisi tersebut sudah mulai terlihat. Hal ini ditandai dengan tren pertumbuhan penduduk yang terus menurun setiap tahunnya dan diproyeksikan akan mencapai angka 0,25% pada tahun 2050. Yang lebih mengkhawatirkan adalah proyeksi bahwa DKI Jakarta dan Bali akan menjadi dua provinsi yang paling cepat mengalami depopulasi, yaitu masing-masing pada tahun 2026 dan 2046. Fakta ini menggarisbawahi betapa pentingnya pemahaman yang mendalam mengenai dinamika kependudukan di setiap daerah di Indonesia.

Disparitas Tingkat Kelahiran: Tantangan Kebijakan yang Kompleks

Salah satu faktor kunci yang dapat memicu terjadinya depopulasi adalah tingkat kelahiran yang rendah. Secara nasional, angka kelahiran di Indonesia menunjukkan tren penurunan yang konsisten dari tahun ke tahun. Total Fertility Rate (TFR) Indonesia mengalami penurunan drastis dari 5,61 pada tahun 1970 menjadi 2,18 pada tahun 2020.

Ini berarti, rata-rata jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan di Indonesia telah berkurang dari lebih dari lima menjadi sekitar dua anak dalam kurun waktu 50 tahun. BPS juga memproyeksikan bahwa TFR Indonesia akan terus menurun hingga tahun 2045. Tren penurunan tingkat kelahiran secara nasional ini berpotensi meningkatkan risiko depopulasi di masa yang akan datang.

Meskipun angka kelahiran secara nasional terus menurun, studi LD FEB UI menyoroti adanya disparitas yang signifikan dalam tingkat kelahiran di berbagai aspek. Perbedaan tingkat kelahiran terlihat jelas antara berbagai daerah di Indonesia, antar kelompok ekonomi masyarakat, hingga antar tingkat pendidikan. Beberapa provinsi seperti DKI Jakarta dan Bali tercatat telah memiliki tingkat kelahiran yang rendah, sementara provinsi lain seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur (NTT) masih menunjukkan angka kelahiran yang relatif tinggi.

Bahkan di dalam satu provinsi yang sama, disparitas tingkat kelahiran juga masih terlihat, terutama akibat perbedaan kelas ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat. Sebagai contoh di DKI Jakarta, beberapa wilayah kecamatan yang mayoritas penduduknya berasal dari kelas ekonomi menengah ke atas memiliki tingkat kelahiran yang rendah, sementara wilayah dengan mayoritas penduduk kelas menengah ke bawah masih menunjukkan tingkat kelahiran yang relatif tinggi.

Adanya disparitas tingkat kelahiran ini menunjukkan bahwa upaya untuk mendorong dan mempertahankan tingkat kelahiran guna mencegah depopulasi harus mempertimbangkan berbagai faktor sosio-ekonomi masyarakat yang menjadi sasaran kebijakan. Karakteristik ekonomi dan sosial masyarakat perlu dipahami secara cermat agar kebijakan yang diterapkan dapat efektif. Kebijakan peningkatan atau stabilisasi angka kelahiran dapat dimulai dari tingkat provinsi, terutama di wilayah-wilayah yang saat ini telah mencatatkan tingkat kelahiran yang rendah.

Rekomendasi Kebijakan: Pendekatan Medis dan Non-Medis Berbasis Kewilayahan

Berdasarkan hasil FGD antara LD FEB UI dan berbagai pemangku kepentingan, dirumuskan bahwa upaya untuk meningkatkan angka kelahiran dapat dilakukan melalui pendekatan medis dan non-medis yang komprehensif. Mempertimbangkan tingkat urgensi dan kondisi demografis saat ini, LD FEB UI merekomendasikan empat bentuk kebijakan utama yang perlu dipertimbangkan oleh pemerintah pusat maupun daerah:

Rekomendasi Kebijakan Non-Medis:

  1. Peningkatan Akses dan Kualitas Penitipan Anak: Kebijakan ini dapat diimplementasikan melalui tiga pendekatan utama, yaitu meningkatkan akses dengan membangun fasilitas tempat penitipan anak dan ruang laktasi yang memadai di lingkungan kantor pemerintah maupun swasta, melakukan pemantauan standar kualitas tempat penitipan anak dengan pengawasan kepatuhan terhadap Standar Nasional Indonesia (SNI), serta mengeluarkan kebijakan yang mendukung pekerja pengasuhan anak.
  2. Pengelolaan Migrasi sebagai Solusi Depopulasi: Kebijakan terkait pengelolaan arus migrasi perlu diterapkan dengan mempertimbangkan kearifan lokal untuk meminimalkan potensi terjadinya konflik sosial antar kelompok masyarakat.
    Rekomendasi Kebijakan Medis:
  3. Peningkatan Akses Layanan Infertilitas: Langkah awal dalam kebijakan ini adalah memastikan bahwa Puskesmas atau klinik pratama memiliki akses yang memadai terhadap obat-obatan dan peralatan medis untuk penanganan kasus infertilitas.
  4. Pengakuan Infertilitas sebagai Penyakit: Pengakuan infertilitas sebagai kondisi medis yang memerlukan penanganan khusus akan membuka peluang pembiayaan pengobatan melalui skema asuransi kesehatan, termasuk melalui program BPJS Kesehatan.

Meskipun proyeksi menunjukkan bahwa Indonesia secara nasional masih memiliki waktu sebelum mengalami depopulasi, pemerintah pusat maupun daerah perlu mengambil langkah proaktif untuk memastikan bahwa tingkat kelahiran dapat dipertahankan dan tidak terus menurun hingga mencapai tingkat yang lebih rendah.

Pengalaman negara-negara lain di dunia menunjukkan bahwa tidak ada satu pun negara yang berhasil secara signifikan meningkatkan kembali tingkat kelahiran hingga mencapai replacement level setelah mengalami penurunan yang tajam. Oleh karena itu, tindakan pencegahan dan intervensi kebijakan yang tepat waktu dan terukur menjadi kunci untuk mengamankan masa depan demografi Indonesia.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI