Suara.com - Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Spesifik ke Perum Perhutani di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Kamis (21/08/2025). Kunjungan ini dipimpin Wakil Ketua BAKN DPR RI Herman Khaeron dalam rangka penelaahan terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI serta tata kelola kehutanan, khususnya terkait pengelolaan pendapatan, biaya, dan investasi pada tahun buku 2018–2020.
Herman menjelaskan, penelaahan ini merupakan mandat BAKN DPR RI dalam menjalankan fungsi pengawasan agar setiap temuan hasil pemeriksaan BPK RI dapat ditindaklanjuti secara tepat. Menurutnya, transparansi dan akuntabilitas Perum Perhutani sangat penting mengingat lembaga tersebut mengelola aset negara yang strategis.
“BAKN hadir untuk memastikan hasil pemeriksaan BPK benar-benar memberi dampak pada perbaikan tata kelola. Kami ingin memastikan setiap rupiah yang menjadi potensi pendapatan negara tidak hilang dan dikelola sesuai aturan,” tegas Herman saat memberikan sambutan acara.
Berdasarkan LHP BPK RI Semester I Tahun 2021, ditemukan sejumlah permasalahan dalam pengelolaan Perum Perhutani. Di antaranya, kerja sama pemanfaatan kawasan hutan untuk budidaya tebu di KPH Indramayu dengan PT Usaha Ridha Semesta (URS) tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kondisi ini membuat Perhutani kehilangan potensi pendapatan hingga miliaran rupiah, mulai dari bagi hasil usaha pengelolaan tebu sebesar 34 persen, Dana Pembangunan Hutan (DPH), hingga biaya pengamanan kawasan hutan.
Selain itu, BPK juga menemukan potensi kesalahan penghitungan kayu pada areal Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) ruas tol Cisumdawu sebanyak 4.740,55 m³, serta adanya kelebihan penerimaan biaya penggantian pelaksanaan izin pemanfaatan kayu senilai Rp848 juta.
Dalam sektor wisata, sistem penjualan tiket Perhutani dinilai belum memadai. BPK mencatat adanya penyalahgunaan tiket pada Wisata Ranca Upas yang menimbulkan indikasi kerugian minimal Rp1 miliar. “Hal ini membuktikan bahwa tata kelola digitalisasi dan transparansi dalam sistem tiket wisata harus segera dibenahi agar tidak menimbulkan kebocoran pendapatan,” ujar Politisi Fraksi Partai Demokrat ini.
Tak hanya itu, pengelolaan kerja sama produksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dengan PT Timmex Nusantara di KPH Bogor juga belum optimal. Perhutani bahkan belum menerima bagi hasil kerja sama pada tahun kedua sebesar Rp484 juta serta denda keterlambatan Rp22 juta. Mekanisme penjualan madu Perhutani di KPH Bogor juga dinilai tidak memadai, dengan potensi kerugian perusahaan mencapai Rp844 juta.
Herman menegaskan, temuan-temuan tersebut harus segera ditindaklanjuti agar tidak berulang. “BAKN akan mendalami setiap catatan BPK, termasuk meminta klarifikasi dan rencana perbaikan dari pihak Perhutani. Perusahaan milik negara ini tidak boleh dikelola secara asal-asalan, karena menyangkut hajat hidup masyarakat dan keberlanjutan lingkungan,” tegasnya. ***
Baca Juga: Diperiksa KPK, Eks Petinggi BPK Ahmadi Noor Supit Irit Bicara soal Korupsi Iklan Bank BJB