Indef: Pedagang Thrifting Informal, Lebih Bahaya Kalau Industri Tekstil yang Formal Hancur

Jum'at, 21 November 2025 | 20:41 WIB
Indef: Pedagang Thrifting Informal, Lebih Bahaya Kalau Industri Tekstil yang Formal Hancur
Personel Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya berjaga di samping barang bukti pakaian bekas impor yang disita di Polda Metro Jaya, Jakarta Pusat, Jumat (21/11/2025). Ditreskrimsus Polda Metro Jaya mengungkap dua kasus penyelundupan pakaian bekas impor ilegal sebanyak 439 ballpres yang berasal dari Korea Selatan, Jepang dan China senilai Rp4 miliar. [Antara]
Baca 10 detik
  • Ekonom Tauhid Ahmad menyatakan larangan thrifting berpotensi pengangguran informal namun industri formal terancam bangkrut.
  • Ancaman terbesar bagi ekonomi adalah hancurnya industri tekstil formal akibat produk ilegal dan praktik dumping.
  • Pemerintah perlu membuat kebijakan pelarangan bertahap dan proaktif mendukung industri tekstil domestik formal.

Suara.com - Ekonom Indef, Tauhid Ahmad, mengakui kebijakan pelarangan penjualan produk tekstil bekas alias thrifting memang berpotensi menimbulkan pengangguran di sektor informal. Meski demikian, ia menilqi dampak terbesar justru datang dari potensi bangkrutnya industri tekstil formal jika thrifting dan masuknya produk ilegal terus dibiarkan.

Tauhid menyampaikan bahwa sektor thrifting tidak bisa dipungkiri memberikan sumber pendapatan bagi banyak orang.

“Ya, pasti ada dampaknya kalau thrifting dilarang. Banyak yang kehilangan pekerjaan,” ujarnya kepada Suara.com, Jumat (21/11/2025).

Meski begitu, ia menilai pemerintah harus melihat skala persoalan secara lebih luas. Menurutnya, kehilangan pekerjaan akibat larangan thrifting tidak akan sebanding dengan jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil formal jika industri tersebut terus tertekan.

“Tapi harus dibandingkan dengan PHK di industri tekstil formal. Sektor thrifting itu informal. Sementara industri tekstil itu formal. Kalau sektor formal hancur, itu jauh lebih sulit bangkit lagi,” ujarnya.

Tauhid mengingatkan bahwa keberlangsungan industri tekstil nasional jauh lebih strategis bagi ekonomi Indonesia. Industri formal, kata dia, berkontribusi pada pajak, nilai tambah, serta penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar.

Jika industri itu runtuh, pemulihannya tidak akan semudah memindahkan pedagang thrifting ke sektor lain.

Dalam pandangannya, thrifting memang sudah lama dilarang oleh pemerintah, namun penegakannya tidak pernah benar-benar tegas. Ia menilai jika pemerintah ingin melarang, kebijakan harus dibuat bertahap dan memberikan waktu kepada pedagang untuk menghabiskan stok.

“Kalau masih tersisa, ya diserahkan ke pemerintah daripada pemiliknya kena hukuman,” katanya.

Baca Juga: Diburu Purbaya, Pedagang Thrifting Pasar Senen Tuding China Perusak Pasar Produk Lokal

Ia juga menekankan masalah yang lebih besar justru datang dari masuknya produk tekstil ilegal. Barang-barang itu, terutama produk baru yang masuk tanpa mekanisme kepabeanan, dinilai lebih merusak industri dalam negeri karena harganya jauh di bawah biaya produksi.

Bahkan ia menyebut ada potensi praktik dumping yang menghancurkan daya saing lokal.

“Kenapa bisa jauh lebih murah dari harga produksi? Ada kemungkinan praktik dumping dari luar negeri,” ujarnya.

Menurut Tauhid, pasar domestik mulai dipenuhi produk-produk berharga tidak wajar seperti kerudung baru yang dijual sangat murah, yang menurutnya merupakan tanda adanya penyimpangan rantai pasok.

Selain itu, ia menyoroti lemahnya pengawasan terhadap gudang-gudang tekstil thrifting dan barang ilegal yang tersebar di berbagai daerah. Ia mendukung langkah pemerintah untuk menelusuri rantai pasokan hingga ke hulunya, mulai dari perusahaan, kapal pengangkut, hingga aktor di balik penyelundupan.

Lebih lanjut, Tauhid kembali menekankan perlunya kebijakan yang berpihak pada industri formal agar sektor tekstil domestik bisa kembali bersaing. Ia menilai pemerintah harus mempermudah pembiayaan, memperkuat teknologi industri, dan membantu relokasi pabrik ke daerah yang memiliki biaya tenaga kerja lebih rendah.

“Kalau thrifting dibiarkan, dalam jangka panjang ekonomi kita makin lemah. Jadi kebijakan memang harus lebih pro ke sektor formal," pungkasnya.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI