Survei: Konsumen Rela Tak Penuhi Kebutuhan Pokok Demi Produk Viral

Rabu, 10 Desember 2025 | 16:31 WIB
Survei: Konsumen Rela Tak Penuhi Kebutuhan Pokok Demi Produk Viral
Warga berbelanja kebutuhan pokok di salah satu swalayan di Jakarta, Rabu (16/7/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Baca 10 detik
  • Survei Inventure-Alvara 2025 menunjukkan 61 persen konsumen mengurangi kebutuhan pokok demi membeli produk viral premium.
  • Perilaku konsumen ini mencerminkan strategi konsumen hemat yang mengalihkan belanja untuk kepuasan emosional dan sosial.
  • Pelaku industri harus fokus pada produk gaya hidup dan viral karena kebutuhan pokok bukan lagi prioritas utama pengeluaran.

Suara.com - Tekanan ekonomi berkepanjangan tidak hanya membuat konsumen lebih waspada, tetapi juga menggeser prioritas belanja mereka secara drastis. 

Survei Inventure–Alvara 2025 yang melibatkan 589 responden menunjukkan fenomena, di mana 61 persen konsumen rela mengurangi pembelian kebutuhan pokok demi membeli produk baru atau premium yang tengah viral, sementara 39 persen lainnya memilih tetap mempertahankan pola belanja dasar.

Temuan ini menggambarkan realitas baru di tengah dormant economy. Meskipun hidup dalam tekanan finansial, konsumen tetap mencari ruang untuk memenuhi kebutuhan emosional, sosial, hingga aspiratif. 

Produk viral dinilai memberikan nilai tambah, baik lewat kualitas yang dianggap lebih tahan lama maupun melalui citra status, pengalaman, dan keterhubungan sosial di media digital.

Managing Partner Inventure, Yuswohady, menjelaskan bahwa perilaku tersebut sejalan dengan evolusi cara berpikir konsumen hemat.

"Frugal consumer tidak sekadar mengencangkan ikat pinggang, mereka mengalihkan belanja ke kategori yang memberikan reward emosional dan sosial. Kebutuhan pokok bisa ditunda, tetapi kebutuhan untuk tetap merasa relevan dan up-to-date dianggap lebih meaningful," ujarnya kepada wartawan, Rabu (10/12/2025).

Pengamat Marketing/branding sekaligus Penulis Buku, Yuswohady berpose saat ditemui di Jakarta, Kamis (11/4). [Suara.com/Muhaimin A Untung]
Pengamat Marketing/branding sekaligus Penulis Buku, Yuswohady berpose saat ditemui di Jakarta, Kamis (11/4). [Suara.com/Muhaimin A Untung]

Perubahan prioritas ini menunjukkan karakter utama Frugal Consumer, yakni tidak menghentikan konsumsi, tetapi menerapkan strategi realokasi.

Pos belanja rutin yang dianggap kurang meaningful ditekan, sementara pembelian yang memberikan value, utility, atau status boost justru dinaikkan, meski harga barang tersebut lebih tinggi.

Fenomena tersebut menjadi sinyal penting bagi pelaku industri ritel. Komoditas kebutuhan pokok tidak lagi otomatis menjadi kewajiban pengeluaran.

Baca Juga: Survei BI: Indeksi Keyakinan Konsumen Meningkat, Prospek Ekonomi Cerah?

Sebaliknya, kategori gaya hidup atau lifestyle, produk premium, dan tren berbasis viral justru semakin memiliki daya tarik di kalangan konsumen, meski situasi ekonomi belum sepenuhnya pulih.

Di tengah ketidakpastian dan tekanan hidup, konsumen tampak mencari kompensasi emosional untuk menjaga rasa kendali dan penghargaan diri. 

"Produk viral memberi ruang bagi mereka untuk merasakan reward, walau harus memangkas belanja kebutuhan lainnya," ucapnya.

Dengan kata lain, konsumen memang berhemat, tetapi mereka berhemat secara selektif. Banyak hal ditunda, kecuali apa yang membuat mereka merasa berdaya, relevan, dan tetap terkoneksi dengan dinamika sosial di sekitarnya.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI