Suara.com - Pndemi global COVID-19 telah berlalu, namun virus Corona terus berevolusi, memunculkan varian-varian baru yang memerlukan kewaspadaan berkelanjutan. Salah satu varian terbaru yang sedang merebak dan menarik perhatian adalah COVID-19 Nimbus (NB.1.8.1). Varian ini pertama kali terdeteksi pada awal tahun 2025 dan telah menyebar ke berbagai negara, termasuk Inggris, China, dan Amerika Serikat.
Varian Nimbus NB.1.8.1 merupakan turunan dari varian Omicron. Pada bulan Januari 2025, penyebarannya dilaporkan sangat cepat di seluruh wilayah Asia dan negara lainnya, termasuk Amerika Serikat. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terus memantau perkembangan varian Nimbus ini mengingat penyebarannya yang meningkat dan potensi dampaknya terhadap masyarakat. Penting bagi masyarakat untuk tetap waspada namun tidak panik guna mengurangi risiko terinfeksi.
Karakteristik dan Tingkat Penularan Varian Nimbus
Sama seperti varian Omicron sebelumnya, NB.1.8.1 cenderung lebih mudah menular. Ini mengindikasikan bahwa varian ini memiliki efisiensi transmisi yang tinggi antar individu. Mutasi kunci yang terdapat pada varian COVID-19 ini diduga membuatnya lebih mudah menular, terutama pada bagian spike protein yang memengaruhi keterikatan virus dengan reseptor tubuh manusia.
Meskipun demikian, kabar baiknya adalah hingga saat ini, belum ada bukti yang menunjukkan bahwa varian Nimbus menyebabkan penyakit dengan tingkat keparahan yang lebih tinggi dibandingkan varian-varian sebelumnya. Ini memberikan sedikit kelegaan bahwa meskipun penularannya cepat, potensi dampaknya terhadap kesehatan publik mungkin tidak seberat varian awal COVID-19.
![Ilustrasi varian Omicron, Covid-19. [BBC]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/06/11/63482-ilustrasi-varian-omicron-covid-19-bbc.jpg)
Berdasarkan data awal dari laboratorium dan uji klinis, vaksin COVID-19 yang telah diperbarui, termasuk vaksin bivalen dan vaksin booster berbasis XBB, masih menunjukkan efektivitas dalam memberikan perlindungan terhadap gejala berat yang dapat menyebabkan perawatan inap atau bahkan mengancam nyawa. Ini menekankan pentingnya vaksinasi dan booster dalam mitigasi risiko.
Meskipun vaksin efektif mencegah gejala parah, infeksi virus tetap bisa terjadi, terutama pada individu dengan sistem imun yang lemah atau yang belum menjalani vaksinasi lengkap. Selain itu, obat antivirus seperti nirmatrelvir/ritonavir (Paxlovid) dan Remdesivir diketahui mampu melawan berbagai subvarian Omicron, termasuk BQ.1, BQ.1.1, dan XBB.1.5. Kemunculan varian baru seperti Nimbus ini menjadi pengingat bagi masyarakat untuk senantiasa waspada dan menerapkan langkah-langkah pencegahan yang tepat.
Gejala Umum Varian Nimbus dan Penyebarannya di AS
Gejala paling umum dari COVID Nimbus meliputi batuk ringan, sakit tenggorokan, kelelahan, demam, nyeri otot, dan hidung tersumbat. Pada beberapa kasus, varian ini juga dapat menimbulkan masalah pencernaan seperti mual dan diare.
Baca Juga: Covid-19 Meroket, Media Asing Khawatirkan Laga Timnas Indonesia vs China
Menurut data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) per 7 Juni 2025, varian COVID Nimbus menyumbang sekitar 37 persen kasus COVID-19 di Amerika Serikat, menjadikannya varian terbanyak kedua setelah LP.8.1 yang mendominasi 38 persen kasus. Kemunculan varian Nimbus ini bertepatan dengan masuknya Amerika ke musim panas, periode yang sebelumnya juga dikenal sebagai waktu lonjakan kasus.
Sejak pertama kali terdeteksi melalui program skrining bandara pada akhir Maret lalu, varian COVID Nimbus telah menyebar di 13 negara bagian Amerika Serikat. Negara-negara bagian tersebut meliputi Arizona, California, New Jersey, New York, Hawaii, Illinois, Maryland, Massachusetts, Ohio, Rhode Island, Vermont, Virginia, dan Washington.
Kemunculan dan penyebaran varian Nimbus (NB.1.8.1) menegaskan bahwa meskipun status pandemi telah berubah, COVID-19 tetap menjadi bagian dari lanskap kesehatan global yang terus berevolusi. Kewaspadaan, vaksinasi, dan kepatuhan terhadap protokol kesehatan tetap menjadi kunci untuk melindungi diri dan komunitas.