Suara.com - Sejumlah guru besar dan aktivis prodemokrasi menggelar Sidang Pendapat Rakyat untuk Keadilan Pemilu Presiden 2024. Sidang tersebut menghasilkan enam poin kesimpulan dan rekomendasi yang ditujukan kepada ketua serta anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) jelang memutuskan sengketa Pilpres 2024 pada Senin (22/4/2024) besok.
Sidang Pendapat Rakyat untuk Keadilan Pemilu Presiden 2024 ini digelar di Jakarta dan Yogyakarta pada Jumat (19/4/2024). Guru besar dan aktivis prodemokrasi yang terlibat di antaranya Profesor Ramlan Surbakti, Prof Sulistyowati Irianto, Profesor R Siti Zuhro, Dr Sukidi, Dr Busyro Muqoddas, Profesor Zainal Arifin Mochtar, Bambang Eka Cahya Widodo, dan Profesor Fathul Wahid.
Baca Juga:
"Pertama, menyatakan bahwa segala upaya pengubahan hukum ketika telah masuk tahapan Pemilu adalah tindakan terlarang dan tidak dapat dibenarkan," kata Sulistyowati saat membacakan isi rekomendasi hasil Sidang Pendapat Rakyat untuk Keadilan Pemilu Presiden 2024 yang disiarkan secara daring, Minggu (21/4/2024).
Kedua Majelis Hakim Konstitusi diharapkan berani menyatakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi melanggar konstitusi melalui penyalahgunaan kuasa dengan turut campur dalam proses sebelum, saat dan setelah Pemilu.
Dalam poin kedua tersebut, peserta Sidang Pendapat Rakyat untuk Keadilan Pemilu Presiden 2024 juga mendorong agar adanya putusan mengikat presiden pada satu aturan yang dapat membatasi modus manipulasi hukum pemilu, kesadaran pemilih, penghitungan suara, dan manipulasi pemilu yang memanfaatkan sumber daya seperti anggaran publik dan institusi negara seperti kepolisian untuk mempengaruhi pemilih.
Baca Juga:
Siap Hadir Bareng Anies di Sidang Gugatan Pipres di MK Besok, Cak Imin Ngaku Pasrah
Kemudian, adanya putusan agar bisa mencegah instrumentalisasi institusi TNI/Polri dan ASN dalam Pemilu untuk mempengaruhi pemilih atas pilihannya lewat segala bentuk persuasi, transaksi materiil maupun nonmaterial. Lalu, mencegah ikut campur presiden dalam lobi, kampanye Pemilu, atau penyelarasan program pemerintah dengan program kandidat.
"Ketiga, menyatakan Pemilu 2024 adalah pemilu yang tidak adil karena praktik politik nepotisme Presiden RI," imbuhnya.
Pada poin kesimpulan ketiga ini, peserta Sidang Pendapat Rakyat untuk Keadilan Pemilu Presiden 2024 merekomendasikan Majelis Hakim MK mencabut Putusan MKRI No.90 tahun 2023 yang mengubah persyaratan calon Presiden dan Wakil Presiden boleh di bawah 40 tahun, namun telah memiliki pengalaman sebagai pejabat negara yang dipilih melalui pemilu (anggota DPR anggota DPD, anggota DPRD, Gubernur, Bupati, dan Wali Kota).
Sulis menjelaskan bahwa pencabutan tersebut akan memungkinkan institusi MK memiliki posisi tegas yang tidak berpihak pada segala peluang bagi praktik dinasti politik dan KKN.

Sementara rekomendasi yang keempat, mengingatkan MK agar memutuskan hasil Pemilu Presiden 2024 dengan menjunjung tinggi UUD 1945, Supermasi Hukum, dan delapan parameter penilaian Pemilu Presiden 2024 melalui Hukum Pemilu Demokratis yang menjamin: