Suara.com - KPK rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Rabu (27/1/2016). Dalam rapat ini, KPK dicecar soal aturan dalam pendampingan Brimob bersenjata lengkap dalam penggeledahan KPK di ruang anggota DPR beberapa waktu lalu.
Anggota Komisi III Fraksi PDIP Masinton Pasaribu menilai pendampingan Brimob dalam penggeledahan KPK berlebihan. Dia beralasan DPR sebagai institusi negara punya pengamanan sendiri.
"Kalau menganggap DPR sebagai institusi negara, ada orang bermasalah di dalamnya, kalau mau digeledah, monggo. Tapi nggak perlu bawa senjata," kata Masinton.
Senada, Anggota Komisi III Fraksi Golkar Adies Kadir menilai tidak perlu pendampingan Brimob bersenjata lengkap dalam penggeledahan. Menurutnya, tidak ada ancaman berarti dalam penggeledahan ini. Sehingga pasukan bersenjata lengkap itu tidak diperlukan.
"Ini seperti mau perang begitu. Apakah penyidik sudah diancam dengan Anggota Komisi III, atau penyidik KPK sudah tidak percaya sama DPR, DPR adalah rumah rakyat," kata Adies.
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif yang ditemui disela-sela rapat kali ini mengatakan pendampingan Brimob bersenjata lengkap merupakan prosedur yang ada pada KPK dalam setiap penggeledahan.
Untuk di DPR, dia mengakui ada kesalahan proses komunikasi yang mengakibatkan cek cok. Dia menyatakan KPK akan instropeksi diri.
"Kemarin itu ada miss-komunikasi antara pimpinan di sini (DPR) dengan penyidik KPK. Tapi sebenarnya waktu itu penyidik sudah lewat tangga darurat dan tidak terlihat media. Dan semua sudah dilakukan sesuai prosedur. Tapi ini akan jadi intropeksi diri kami, jadi nanti kita bicarakan," ujar Laode.
Untuk diketahui, penyidik KPK melakukan sejumlah penggeledahan di ruangan 3 anggota DPR. Yaitu di ruangan anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti dari Fraksi PDIP, Budi Supriyanto dari Fraksi Golkar, dan Yuddy Widiana Adia Fraksi PKS. Penggeledahan yang didampingi Brimob bersenjata lengkap ini membuat Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah melayangkan protes secara langsung.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan empat orang tersangka terkait kasus tersebut. Tiga di antaranya diduga sebagai penerima suap. Mereka adalah Damayanti, serta dua orang dari pihak swasta Julia Prasrtyarini alias Uwi, dan Dessy A Edwin.
Kemudian, tersangka lain yang berperan sebagai pemberi suap adalah Abdul Khoir selaku Dirut PT Windu Tunggal Utama (WTU). Pemberian uang suap ini diduga uontuk melancarkan suatu proyek di Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (Kemenpupera) tahun anggaran 2016 dengan perkiraan total nilai suap 404.000 SGD dari barang bukti yang berhasil disita 99.000 USD.