Balada Patmi, Seorang Ibu Bersandal Semen

Reza Gunadha Suara.Com
Senin, 27 Maret 2017 | 09:29 WIB
Balada Patmi, Seorang Ibu Bersandal Semen
Ibu Patmi (48), Petani Kendneg yang ikut aksi mengecor kaki pakai semen di depan Istana Kepresidenan, meninggal dunia, Selasa (21/3/2017). [JMPPK]

Suara.com - Patmi, nama sederhana yang sepekan terakhir memantik kemarahan kuasa pemodal sekaligus meraih solidaritas masyarakat dari berbagai daerah Indonesia untuk para petani di kawasan Pegunungan Kendeng, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah.

Yu Patmi—begitu dia biasa dipanggil oleh tetangga sekaligus rekan seperjuangannya untuk menolak operasionalisasi pabrik PT Semen Indonesia (PT SI) di kampungnya—wafat tanggal 21 Maret 2017 atau Selasa dini hari, sehari setelah mengakhiri aksi mengecor kaki memakai semen di depan Istana Merdeka, Jakarta.

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)—salah satu organisasi nirlaba yang ikut membantu petani Kendeng berdemonstrasi menuntut Presiden RI Joko Widodo mempertegas keputusan Mahkamah Agung (MA) untuk menghentikan operasional PT SI—sebenarnya sudah menyediakan tenaga dokter yang siaga menjaga kondisi peserta aksi.

Dalam keterangan resminya, YLBHI mengungkapkan kondisi Patmi tergolong sehat sebelum dan saat melakukan aksi bertajuk ’dipasung semen’ di depan istana kepresidenan. Tapi, ketika rentetan aksi selesai, tepatnya Selasa dini hari, dia mengeluh merasakan badannya sakit.

“Setelah Yu Patmi mandi, dia mengeluh badannya tidak nyaman lalu mengalami kejang-kejang dan muntah," tutur Ketua YLBHI Asfinawati, Selasa siang. Patmi sempat diperiksa dokter yang disediakan YLBHI. Setelahnya, sang dokter merujuknya untuk mendapat pengobatan di rumah sakit.

Namun, semesta tampaknya berkehendak lain. Patmi yang menyeret-nyeret “sandal semennya” di depan istana demi menggugah hati sang presiden, ternyata tak pernah kembali ke desa tercinta.

Patmi menjemput kematian dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Saint Carolus, Selasa, sekitar pukul 02.55 WIB. Dokter menyatakan dia wafat karena serangan jantung.

“Yu Patmi orangnya sangat gigih. Dulu, kami pernah sama-sama aksi jalan kaki dari Pati dan Rembang ke Semarang. Kemarin, dia sempat tidak mau pulang, mau lanjut aksi di Jakarta sampai tuntutan kami dikabulkan. Dia ingin tetap berjuang,” tutur Sri Wiyani, warga Kayen, Kabupaten Pati, yang juga ikut aksi.

Baca Juga: Hasil Lengkap MotoGP Qatar, Klasemen Pebalap dan Pabrikan

Tapi, ibu kota memang terlalu kejam untuk sedulur sikep seperti Patmi dan petani Kendeng lainnya. Betapa tidak, kematian perempuan bersandal semen itu tak membuat pikiran para penguasa di ibu kota seketika berubah.

“Bapak Jokowi mengatakan, ‘ya kalau soal perizinan (PT SI) harusnya bertanya ke gubernur (Ganjar Pranowo). Sudah komunikasi sama gubernur belum selama ini?’. Seharusnya dia tahu, jangankan komunikasi, kami ini sampai melakukan apa pun agar Pak Ganjar tidak mengeluarkan izin yang bertentangan dengan keputusan MA,” beber Gunarti, warga Kendeng, yang juga ikut aksi mengecor kaki dan sempat menemui Jokowi di istana.

Sementara Asfin kembali menegaskan, petani Kendeng, maupun YLBHI tidak pernah meminta Presiden Jokowi mencabut izin yang diterbitkan Gubernur Ganjar.

 Ia mengatakan, perizinan lingkungan yang menjadi dasar PT SI beroperasi di Kendneg hanya bisa dicabut oleh Ganjar sendiri.

"Tapi, melalui aksi mengecor kaki di depan istana, kami minta presiden menegakkan republik ini sebagai negara hukum dan wibawa pemerintah terhadap pemerintah daerah. Sebab, perizinan dari Gubernur Ganjar itu bertolak belakang dari keputusan pemerintah pusat," cecarnya.

Kawasan Lindung

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI