Ia bersama kerabat bersiasat, memasukkan jasad bayi yang masih merah itu ke dalam tas plastik yang sebenarnya dibawa untuk menyimpan pakaian. Dengan begitu, ia bisa menggunakan mobil travel.
"Kebetulan kerabatku perempuan, kami berpura-pura menjadi suami-istri yang mau pulang kampung. Jadi sopir travel tak curiga isi tas itu,” tuturnya.
Namun, itu bukan berarti perjuangan Aspin membawa jasad bayinya tak menemui kendala selama perjalanan.
Ketika di dalam mobil, sopir sempat meminta Aspin meletakkan tas yang dipegangnya ke bagasi. Mendapat perintah seperti itu, rasa panik kembali menjalar di pikiran Aspin.
Tapi, Aspin akhirnya mendapat akal. Ia mengatakan kepada sopir, tas plastik itu berisi kue pernikahan yang hendak diantarkan ke saudaranya di kampung.
"Kalau diletakkan di bagasi, kuenya akan hancur bang,” kata Aspin menirukan alasannya yang dibuat-buat saat itu.
Lima jam Aspin terus mendekap tas berisi jenazah bayinya tersebut. Ia mengakui, sebenarnya ingin menangis sekeras-kerasnya karena tak bisa membawa secara layak buah hatinya ke tempat peristirahatan terakhir.
Tapi Aspin takut, jika menangis, maka sang sopir dan penumpang lain akan curiga. Alhasil, selama perjalanan, ia harus sekuat-kuat tenaganya menahan tangis. Si kerabat yang juga sedih, terus berupaya menguatkan Aspin yang tengah mendekap si bayi.
Akhirnya, perjuangan Aspin berhasil. Ia mampu sampai ke kampung dan memakamkam bayi mungilnya.
Baca Juga: Djarot Semangati Ahok: Man Jadda Wajada
"Sewaktu di perjalanan itu, aku sebenarnya sempat menangis diam-diam, tak bersuara. Aku peluk dia dan minta maaf.”