Kejarlah Daku Kau Kutangkap, Siapa Dalang Persekusi?

Reza Gunadha Suara.Com
Senin, 05 Juni 2017 | 08:12 WIB
Kejarlah Daku Kau Kutangkap, Siapa Dalang Persekusi?
Dua orang tersangka kasus persekusi remaja saat di giring petugas di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (2/6).

"Saya cuma menulis tanggapan berita kaburnya seorang tokoh yang harusnya memberikan keterangan kepada polisi,” tuturnya.

’Playing Victim’

Seperti biasa, maraknya aksi persekusi menjadi polemik di media massa. Selain banyak pihak yang mengecam, tak sedikit pula orang yang menilai aksi itu sebagai hal wajar atau sekadar menyindir korban persekusi.

"Waktu rumah SBY digeruduk sekelompok orang gak dikenal &meninggalkan mobil terano hitam tak bertuan,termasuk persekusi g ya? #StopPersekusi," tulis artis cum politikus Partai Gerindra, Rachel Maryam, melalui akun Twitternya, yang justru menuai kritik warganet.

Ketua Presidium alumni 212—yang tentutnya berada di barisan Rizieq—Ansufri Idrus Sambo menilai aksi persekusi itu dilakukan oleh orang yang tersinggung atas penghinaan terhadap ulama yang sangat dihormati.

"Itu urusan pribadi-pribadi lah. Kalau Anda punya keluarga,  terus keluarga anda dihina anda tersinggung nggak? Jadi, kalau FPI merasa tersinggung karena ulamanya dihina, menurut saya wajar," kata Sambo di Komnas HAM, Jalan Latuharhari, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (2/6).

Namun, peneliti Setara Institute, Halili Hasan, mengatakan ormas maupun individu pelaku aksi persekusi selalu mengakui diri menjadi korban yang dirugikan.

Halili menuturkan, mengakui diri sebagai korban yang dirugikan atau playing victim menjadi taktik tokcer untuk membenarkan aksi persekusi sebagai bentuk jihad dan mengundang simpati melalui media sosial.

“Salah satu strategi mereka adalah playing victim, seolah-olah dizalimi. Itu dijadikan sebagai pembenar bagi aksi mereka sendiri. Mendesak korban untuk menyatakan maaf secara tertulis dalam surat bermaterai juga Cuma bentuk penghalusan dari intimidasi. Biar dibilang legal,” terangnya.

Baca Juga: Kenal Perempuan Nyaris Bugil di Mangga Besar? Polisi Beri Hadiah

Padahal, terus Halili, surat bermaterai tidak memunyai kekuatan hukum dalam kasus pidana. “Mereka tidak bisa seperti itu, karena tindakan seperti itu termasuk represif. Sementara yang boleh menggunakan kekuatan represif hanyalah negara,” terangnya.

Siapa Dalangnya?

Polda Metro Jaya sudah menetapkan dua orang—satu orang anggota FPI—sebagai tersangka penganiayaan PMA. Polisi juga masih mengembangkan kasus itu, sehingga tak menutup kemungkinan ada tersangka baru.

Sementara Kapolri Jenderal  Tito Karnavian sudah mencopot Ajun Komisaris Besar Sumelawati Rosya dari jabatannya sebagai Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Solok, Sumatera Barat.

Pencopotan itu dilakukan karena Tito menilai Sumelawati tidak berani menghadapi individu maupun organisasi yang melakukan persekusi terhadap dokter Fiera.

Bahkan, Tito kesal karena Sumelawati menganggap kasus itu sudah selesai setelah Fiera membuat pernyataan maaf setelah diteror.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI