Guru Honorer Jual Barang, Ortu Siswa Tunggak SPP: Mending Buat Makan

Rizki Nurmansyah Suara.Com
Senin, 04 Mei 2020 | 20:23 WIB
Guru Honorer Jual Barang, Ortu Siswa Tunggak SPP: Mending Buat Makan
Ilustrasi penyemprotan disinfektan di ruang kelas sekolah yang menjadi tempat belajar para siswa. [Dok.BBC News Indonesia]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Yani Mulyani, selaku kepala sekolah SD Negeri 04 Batujajar tempat Andi mengajar, mengaku tidak menutup mata atas kondisi yang dialami Andi.

Namun, ia menyatakan kesulitan membayar honor yang lebih besar dari biasanya di saat pandemi ini, meski ada kelenturan kebijakan dalam hal pembayaran upah bagi guru non-ASN.

Pasalnya, pencairan dana BOS yang diterima sekolahnya tidak sesuai dengan jumlah siswa karena pemerintah masih mengacu pada Dapodik siswa per 31 September 2019.

"Di SD kami kekurangan (dana BOS). (Jumlah) siswanya tidak sesuai dengan Dapodik (Data Pokok Pendidikan). Kalau di Dapodik (jumlah siswanya) 165 siswa, kalau yang dibayarkan hanya untuk 137 siswa," ungkap Yani.

Jatah dana BOS memang berdasarkan jumlah siswa per sekolahnya. Mengacu ke Permendikbud Nomer 8 tahun 2020, dana BOS untuk tingkat SD sebesar Rp 900 ribu per siswa.

Yani juga mengaku dilematis dalam mengelola dana BOS di masa pandemi Corona ini.

Di satu sisi, dia ingin membayar lebih besar honor bagi empat orang guru honorer di sekolahnya, tapi di sisi lain, beberapa kegiatan dan program sekolah harus tetap dijalankan.

Apalagi, ada program-program tambahan di masa pandemi ini, seperti disinfeksi gedung sekolah, pemberian masker bagi siswa, kuota internet bagi siswa dan guru untuk mendukung pembelajaran daring, dan uang transportasi bagi guru yang mendatangi siswa jika kesulitan belajar daring. Sementara besaran dana BOS tidak mengalami perubahan dan tetap disesuaikan dengan jumlah siswa.

"Dua triwulan ini, kekurangannya delapan hingga Rp 10 juta dari sana (kementerian). Yah sulit (mau ngasih honor lebih), programnya banyak. (Tapi), dulu (honormya) kan hanya 15 persen, sekarang justru hampir 30 persen. Boleh (30 persen), tapi jangan melebihi 50 persen untuk honor itu," kata Yani.

Baca Juga: Jokowi Janjikan Bantuan Untuk Sopir Bus, Organda DKI: Banyak Belum Dapat

Menunggak Iuran Sekolah

Pada masa pandemi Corona, kesulitan tidak hanya dialami guru honorer. Orang tua siswa pun ada yang perekonomiannya terdampak wabah virus corona sehingga terpaksa menunggak iuran sekolah.

Hal itu dilakukan Ranti, ibu dua anak yang menjadi pesuruh di sebuah rumah indekos dengan gaji Rp 750 ribu per bulan.

Dia menunggak iuran sekolah anaknya setelah selama dua bulan warung angkringannya tutup karena Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Suaminya yang merupakan kuli bangunan menganggur karena sepi permintaan renovasi rumah.

"Waktu kita jualan, ada tambahan pemasukan. Kalau sekarang cuma mengandalkan gaji nggak seberapa, sebagai tukang bersih-bersih. Anak saya sekolah di SMA swasta. Hari gini daripada buat bayar SPP, mending buat makan dulu," ujar perempuan berusia 43 tahun itu kepada kepada wartawan di Semarang, Nonie Arnee.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI