Suara.com - Penghuni Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) di Kelurahan Lette, Kecamatan Mariso, Jalan Rajawali Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) protes terkait mahalnya tagihan listrik dan air.
Bahkan, terdapat puluhan meteran yang rusak di Rusunawa di sana, namun tagihan pembayaran listriknya tetap berjalan tiap bulannya.
Maskur Mappiasse (40) salah satu warga di Rusunawa, Kelurahan Lette, Makassar mengungkapkan selama tinggal di Rusunawa, banyak warga yang mengeluh terkait mahalnya tagihan pembayaran listrik dan air yang diduga dijadikan lahan bisnis oleh oknum pengelola.
"Meteran yang ada di rumah susun setelah dicek ada 41 yang rusak, tidak jalan itu meteran. Tapi tetap ada tagihannya tiap bulan. Kami pertanyakan dari mana angkanya? sampai segitu. Yang tentukan pihak pengelola," kata Maskur saat ditemui di Rusunawa, Kelurahan Lette, Makassar, Selasa (4/8/2020).
Untuk pembayaran listrik, kata dia, para warga yang tinggal di Rusunawa, umumnya dikenakan tagihan listrik di atas Rp 200 ribu perbulan.
"Kami itu bayar tidak pernah di bawah Rp 200 ribu perbulan, saya sendiri warga di sana. Kamar saya kecil, saya bayar listrik itu Rp 320 ribu perbulan," jelas Maskur.
Selain itu, kejanggalan lain terdapat pada meteran listrik yang diberikan pihak pengelola. Para warga yang tinggal di Rusunawa diberikan meteran listrik industri dengan daya 1300 KWh.
"Terus kami pertanyakan kenapa kami diberi meteran industri? Kami bukan tipe warga industri, kami golongan menegah ke bawah di sini. Kami diberi tarif daya 1300 KWh," kata dia.
"Tarifnya selisih harga resmi PLN. PLN itu kan daya 1300 tarifnya Rp 1.400 sekian, pengelola menetapkan distruk itu Rp 1.500 per-KWh. Sudah selelish Rp 33 rupiah, coba dikalikan 198 unit khusus satu rusun saja, belum rusun yang lain yang ada di Makassar," Maskur menambahkan.
Baca Juga: Tagihan Listrik Mahal, Pengelola Rusunawa di Makassar Digeruduk Emak-Emak
Maskur menjelaskan perumahan Rusunawa, Kelurahan Lette, Makassar dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Rusunawa di bawah naungan Dinas Perumahan dan Pemukiman Masyarakat.
Berdasarkan hasil investigasi, tim ormas dan mahasiswa yang mendampingi warga, katanya, terdapat selisih besar dari tarif PLN dan PDAM periode Januari sampai Juli 2020 dengan pihak pengelola.
"Kalau PDAM itu tidak pernah melebihi Rp 5 juta perbulannya dalam periode Januari sampai Juli. Setelah kami hitung-hitung setiap unit khusus di rumah susun penambungan 198 unit kamar di rata-ratakan saja Rp30 ribu pembayaran perkamar airnya, itu sudah menghasilkan Rp 5,9 juta," jelas dia.
"Sedangkan kami di sana tidak pernah membayar di bawah Rp 50 ribu. Kami membayar diangka Rp 60 ribu, Rp 70 ribu, bahkan ada yang bayar Rp 100 ribu lebih. Coba selisihnya berapa? dirata-ratakan saja Rp 60 ribu perkamar sudah selisih Rp 6 juta tiap bulannya," Maskur mamaparkan.
Atas temuan tersebut, rencananya para warga di Rusunawa, Kelurahan Lette, Makassar akan membawa kasus ini ke ranah hukum.
"Kami akan gugat karena kami sudah dirugikan bertahun-tahun persoalan ini listrik dan air. Sejak rumah susun ada, 5 tahun yang lalu," katanya.