“Karena ketemu temen-temen, jadi seneng lagi mas. Perasaan malu dan nggak berani pergi kemana-mana, itu sudah masa lalu, sudah saya lupakan.”
Kehilangan indra penglihatan bukanlah akhir dari segala-galanya. Prinsip itulah yang kemudian menjadi pegangan hidup Bakat.
Di pusat pendidikan, Bakat remaja membenamkan diri pada berbagai macam kegiatan edukasi.
“(Salah satu yang paling dikenang) ada cerdas cermat P4, saya pernah dibawa ke TVRI Yogya itu mas.”
Dua setengah tahun di Pajang, kemudian Bakat dikirim ke Pemalang untuk menempuh pendidikan Sekolah Luar Biasa A.
Di Pemalang, pergaulan Bakat semakin luas. Teman-teman yang sekolah di sana berasal dari seluruh daerah di Indonesia.
Ketika menempuh pendidikan SLB A, bapak dan ibu dari Bakat mangkat.
Kematian orangtua membuat tekad Bakat untuk mendalami keterampilan pijat tradisional semakin bulat. Setelah tiga tahun sekolah di Pemalang, dia kembali lagi ke Solo untuk kursus pijat selama satu tahun.
Merantau ke Jakarta
Baca Juga: Kisah Penguasa Parkir Liar: yang Bisa Kuasai Lahan, Itu yang Bisa Berdiri
Selesai pendidikan, Bakat tidak pulang ke kampung halaman untuk mencari mata pencaharian.
Tahun 1986 akhir atau 1987 awal, Bakat menyusul istrinya yang lebih dulu merantau ke Ibu Kota Jakarta. Sebuah keputusan penting dalam kehidupan pasangan suami istri tunanetra itu akhirnya hidup di perantauan bersama-sama.
Mereka memilih Jakarta karena meyakini di pusat perekonomian nasional ini dapat memberikan pengharapan.
Mereka pertamakali bekerja pada seorang keturunan Cina di Gadjah Mada Plaza, Jakarta Pusat, menjadi tenaga pemijat tradisional.
Besaran penghasilan Bakat kala itu dihitung berdasarkan berapa jumlah pelanggan yang dia dapatkan. Biaya pijat per orang ketika itu Rp4.500 dan Bakat mendapatkan persentase Rp1.400 untuk setiap orang.
Seandainya tidak mendapatkan pelanggan pun setiap pemijat tetap diberi uang makan sebesar Rp500 yang disebut Bakat sudah sangat cukup untuk makan sehari pada waktu itu.
“Tahun 87-88. Uang Rp500 itu bisa makan dengan lauk ayam. Waktu itu nasi Padang cuma 400 sama rendang.”