"Teruntuk Perempuan Korban Kekerasan Seksual, Mohon Maaf Sebesar-besarnya"

SiswantoABC Suara.Com
Minggu, 19 Desember 2021 | 15:08 WIB
"Teruntuk Perempuan Korban Kekerasan Seksual, Mohon Maaf Sebesar-besarnya"
Ilustrasi kekerasan terhadap perempuan. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Menurutnya, relasi yang sehat mensyaratkan kesetaraan dan penghormatan kepada pasangan sehingga 'consent' atau persetujuan kedua belah pihak sangat diperlukan.

“Termasuk dalam pernikahan, UU PKDRT memuat pasal tentang marital rape, artinya dalam hubungan suami-istri juga perlu persetujuan untuk melakukan hubungan seksual.”

Kasus Novia Widyasari Rahayu

Desakan untuk segera mengesahkan RUU TPKS kian menguat sejak Kamis tiga pekan yang lalu (02/12), Indonesia digemparkan oleh kasus Novia Widyasari Rahayu, yang bunuh diri di sebelah makam ayahnya.

Sebelum mengakhiri hidupnya, Novia diketahui aktif di platform media online Quora. Tulisan-tulisan Novia sendirilah yang kemudian mengungkap alasan ia bunuh diri.

Consent Novia Widyasari Rahayu Image: Novia Widyasari Rahayu sering menulis tentang perasaannya di Quora, termasuk kekerasan seksual yang dialaminya dan keinginannya untuk bunuh diri. Supplied: Facebook Novia Widyasari Rahayu.

Di media itu, Novia menceritakan bagaimana ia mengalami depresi karena diperkosa sebelum dipaksa aborsi oleh pacarnya yang berprofesi sebagai polisi dan keluarga pacarnya, bahkan sampai dua kali.

Oleh beberapa pamannya sendiri, ia juga dipojokkan dan dianggap membuat malu keluarga.

Menurut catatan Komisi Nasional Perempuan, Novia telah berupaya meminta bantuan ke dua lembaga bantuan hukum di daerahnya, yang menyarankan korban untuk segera melaporkan tindakan pelaku ke Propam, karena pelaku adalah anggota kepolisian.

Mabes Polri mengaku tidak pernah menerima laporan dari Novia Widyasari.

Novia juga mengadukan kasusnya kepada Komnas Perempuan pada pertengahan Agustus 2021, tapi Komnas  Perempuan mengaku baru berhasil menghubungi Novia sekitar tiga bulan kemudian.

“Saat itu memang terjadi lonjakan kasus yang kami terima, yaitu 400-500 kasus per bulan, sehingga ada keterbatasan staff dalam proses pengaduan dan rujukan,” tutur Theresia Iswarini, komisioner Komnas Perempuan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI