Bulan Maret 2016, China meloloskan aturan mengenai KDRT, dengan mengizinkan korban mendapatkan perlindungan dari kekerasan dalam rumah tangga.
Namun dampak dari UU tersebut dipertanyakan oleh media pemerintah, yang biasanya jarang mengkritik kebijakan pemerintah.
Kantor berita Xinhua melaporkan setelah UU tersebut diterapkan, sedikitnya 920 perempuan tewas dalam insiden KDRT hanya dalam waktu kurang dari empat tahun.
Ini berarti tiga perempuan tewas dalam insiden KDRT setiap tiga hari sekali di China.
Professor Ivan Sun, pakar kriminologi dari University of Delaware di Amerika Serikat melakukan survei terhadap 934 polisi China yang memiliki pengalaman menangani KDRT di tahun 2019.
Penelitiannya menemukan polisi di China tidak saja memiliki pengetahuan minim mengenai UU KDRT namun juga cenderung menganggap biasa kekerasan yang dilakukan pasangan dalam rumah tangga, dan enggan mengejar pelakunya.
"Banyak polisi China mengatakan ini adalah masalah rumah tangga," kata Professor Sun.
Dia mengatakan kasus-kasus yang diberitakan memaksa polisi China melakukan respons lebih cepat karena mereka takut percakapan di media sosial akan merusak citra mereka.
Professor Sun mengatakan LSM juga menanggung beban untuk melindungi para korban KDRT dengan harus menyiapkan tempat penampungan.
Baca Juga: MA dan FCFCOA Gelar Dialog Yudisial Hak Perempuan dan Anak Paska Perceraian
Namun di tengah semua ini, Presiden Xi Jinping malah melakukan tekanan terhadap masyarakat China agar adanya masyarakat sosialis yang lebih tradisional.
Karena itu, menurut Professor Sharon Wesoky dari Allegheny College, banyak LSM yang ditutup padahal mereka didirikan untuk membantu dan memberikan layanan hukum bagi perempuan korban KDRT.
Dia mengatakan bahkan di saat-saat awal adanya layanan tersebut di tahun 2000-an, tidak banyak perubahan yang bisa dilakukan karena begitu banyaknya perempuan yang memerlukan pertolongan.
"Masalahnya begitu besar sehingga bantuan dari LSM tidaklah mencukupi untuk mengatasi masalah yang ada," kata Professor Wesoky.
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News