Balada Mary Jane, Korban Perdagangan Orang yang Divonis Pidana Mati

Senin, 26 Juni 2023 | 09:14 WIB
Balada Mary Jane, Korban Perdagangan Orang yang Divonis Pidana Mati
Mary Jane saat ditemui di LPP Kelas II Yogyakarta. [Kontributor / Julianto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Mary Jane saat ditemui di LPP Kelas II Yogyakarta. [Kontributor / Julianto]
Mary Jane saat ditemui di LPP Kelas II Yogyakarta. [Kontributor / Julianto]

“Semua orang baik padanya di penjara, bahkan para polisi. Mereka semua peduli dan sayang padanya. Kalau ada pengunjung lain yang datang ke Lapas, dia diminta untuk menghibur mereka dengan menari,” kata Daniel.

Menurut dia, kisah Mary Jane sebagai korban tindak pidana perdagangan orang atau TPPO yang harus mendekam di penjara menjadi inspirasi untuk perempuan lain yang menjadi terpidana di Lapas. Sehingga, Mary Jane dianggap menyenangkan oleh teman-temannya di penjara.

Ketika harus hidup terpisah jauh dari anak-anaknya, lanjut Daniel, Mary Jane kerap menghubunginya melalui sambungan telepon dengan aplikasi WhatsApp. Namun, komunikasi mereka terbatas karena Mary Jane hanya diperbolehkan menghubungi keluarganya selama lima menit.

Mark Daniel mengaku kerap mendapatkan pesan dari Ibunya untuk sekolah dengan baik, menjaga adiknya, mengonsumsi makanan sehat dan jangan mengkhawatirkannya. Sebab, Mary Jane sering menyampaikan bahwa kehidupannya di penjara cukup baik dengan orang-orang yang peduli padanya.

Bukan hanya untuk kedua putranya, Mary Jane juga sering mengingatkan kedua orang tuanya untuk menjaga kesehatan. Menurut Caesar, Mary Jane beberapa kali meyakinkannya bahwa putrinya itu akan segera bebas dan kembali ke Filipina setelah terbukti dirinya hanya korban TPPO.

Anak beserta ayah dan ibu Mary Jane, korban perdagangan orang yang divonis mati, yakni Mark Daniel Candelaria (anak sulung), Celia Veloso (ibu). [Suara.com/Dea]
Anak beserta ayah dan ibu Mary Jane, korban perdagangan orang yang divonis mati, yakni Mark Daniel Candelaria (anak sulung), Celia Veloso (ibu). [Suara.com/Dea]

Selama 13 tahun berada di lapas, Mary Jane kini sudah bisa berbahasa Indonesia dengan baik. Bahkan, dia gemar membatik yang bisa dijual. Hasil penjualan batik itu dia tujukan untuk membantu keluarganya di Filipina. Namun, Daniel mengaku menolak uang pemberian Ibunya.

“Ketika dia bilang mau kasih uang, katanya itu uang tabungannya yang enggak dia pakai dari hasil membuat batik. Tapi saya tegaskan ke dia bahwa uang itu untuk keperluannya saja, tak usah diberikan kepada kami,” ujar Daniel.

Chairperson Migrante International, Joanna Concepcion menjelaskan bahwa uang hasil penjualan batik yang dibuat Mary Jane tidak banyak. Selain itu, uang yang dihasilkan juga tidak seluruhnya diberikan kepada Mary Jane tetapi juga menjadi pendapatan Lapas.

“Sekadar informasi, ketika orang membeli batik dari Mary Jane di Lapas, dia sebenarnya hanya dapat sedikit uang dan sisanya untuk Lapas,” ungkap Joanna.

Baca Juga: Skandal Penjualan Manusia: Biduan Ponorogo Terlibat dalam Modus Pengiriman TKI ke Australia

Melawan Perdagangan Manusia

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI