Hasto Tuding KPK Lakukan Operasi 5 M Dalam Penanganan Kasusnya

Jum'at, 21 Maret 2025 | 13:12 WIB
Hasto Tuding KPK Lakukan Operasi 5 M Dalam Penanganan Kasusnya
Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto surat pembelaannya saat menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakara, Jumat (14/3/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengungkapkan adanya istilah 5M dalam proses penyidikan kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) DPR RI dan dugaan perintangan penyidikan yang menjeratnya sebagai terdakwa.

Hal itu dia sampaikan dalam sidang lanjutan dengan agenda penyampaian eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Hasto, terdapat pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan penyidik KPK dalam proses penyidikan kasusnya. Dia menyoroti operasi penyidikan yang melibatkan intimidasi, penyamaran, dan perampasan barang tanpa surat panggilan.

”Proses penyidikan yang dilakukan KPK terhadap saya dan saksi-saksi jelas melanggar HAM. Penyidik KPK melakukan operasi 5M: menyamar, membohongi, mengintimidasi, merampas, dan memeriksa tanpa surat panggilan,” kata Hasto di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).

”Ini adalah pelanggaran serius terhadap prinsip hukum yang adil,” tambah dia.

Hasto menjelaskan, bahwa pernyataannya itu berkaitan dengan langkah penyidik KPK Rossa Purbo Bekti yang dianggap telah melakukan operasi 5M terhadap stafnya, Kusnadi.

“Pada 10 Juni 2024, saya diperiksa KPK. Namun, pemeriksaan saya hanya sebagai kedok. Tujuannya sebenarnya adalah untuk merampas paksa barang-barang milik Kusnadi yang dilakukan secara melawan hukum," ujar Hasto.

Menurut dia, saat itu Kusnadi didatangi oleh penyidik KPK yang menyamar dan mengintimidasi hingga melakukan penggeledahan dan penyitaan terhadap Kusnadi.

"Penyidik KPK menyamar, membohongi, dan mengintimidasi Kusnadi. Barang-barang milik Kusnadi dan DPP Partai, termasuk telepon genggam dan buku catatan rapat partai, dirampas tanpa surat panggilan yang sah," kata Hasto.

Baca Juga: Bacakan Eksepsi, Hasto PDIP Ungkit Pleidoi 'Indonesia Menggugat' Bung Karno

Lebih lanjut, dia menambahkan operasi 5M tersebut tidak hanya merugikan Kusnadi, tetapi juga merusak integritas proses hukum. Untuk itu, Hasto menilai majelis hakim seharusnya menolak bukti-bukti yang dimiliki KPK.

"Bukti yang diperoleh melalui cara-cara melawan hukum tidak sah dan seharusnya tidak dapat digunakan dalam persidangan," tegas Hasto.

Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto di sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakara, Jumat (14/3/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto di sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakara, Jumat (14/3/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]

Sebelumnya, jaksa mendakwa Hasto melakukan beberapa perbuatan untuk merintangi penyidikan kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI kepada mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

Selain itu, Hasto juga disebut memberikan suap sebesar Rp 400 juta untuk memuluskan niatnya agar Harun Masiku menjadi anggota DPR RI.

Dengan begitu, Hasto diduga melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHAP.

Di sisi lain, Hasto juga dijerat Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 5 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI