Suara.com - Nama hakim Sulistyanto Rokhmat Budiharto mendadak menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat setelah sederet keputusannya yang kontroversial mencuat ke ruang publik.
Bertugas di Pengadilan Negeri (PN) Pangkalpinang, Sulistiyanto menjadi figur yang menuai sorotan lantaran menjatuhkan vonis bebas terhadap belasan terdakwa kasus korupsi.
Di tengah riuhnya kritik dan rasa penasaran publik, berikut empat fakta penting yang perlu diketahui tentang sosok Hakim Sulistiyanto, yang kini menjadi wajah polemik peradilan korupsi di Indonesia.
Keputusan vonis bebas belasan terdakwa memantik reaksi keras dari berbagai kalangan, mulai dari aktivis antikorupsi hingga masyarakat sipil yang selama ini menaruh harapan besar pada independensi dan ketegasan lembaga peradilan.
Publik pun mulai mempertanyakan integritas dan transparansi dalam proses peradilan yang seharusnya menjadi benteng terakhir penegakan hukum.
1. Membebaskan Lima Terdakwa Korupsi Hutan Lindung Sigambir
Sulistiyanto memimpin majelis hakim yang memutus bebas lima terdakwa dalam kasus korupsi pengelolaan lahan hutan lindung Sigambir.
"Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sebagaimana dakwaan primair dan subsidair JPU. Membebaskan terdakwa dari semua dakwaan JPU," ujar Sulistyanto dalam ruang sidang, (30/4/2025).
Para terdakwa sebelumnya didakwa telah merugikan negara miliaran rupiah karena pembukaan lahan ilegal yang ditanami sawit.
Baca Juga: Tancap Gas Usai Umumkan Mualaf, Ruben Onsu Langsung Berangkat Haji Susul Ivan Gunawan
Putusan bebas ini bertentangan dengan tuntutan jaksa yang menuntut hukuman penjara berat, dan langsung menuai kritik dari pegiat lingkungan serta masyarakat sipil.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya mendakwa Marwan dan kawan-kawan atas dugaan keterlibatan mereka dalam kasus korupsi pemanfaatan kawasan hutan produksi Sigambir yang terletak di Kota Waringin, Kabupaten Bangka.
Lahan seluas 1.500 hektar yang seharusnya dilindungi dan dimanfaatkan sesuai aturan kehutanan, justru disalahgunakan untuk kepentingan pribadi dan kelompok.
Praktik ilegal ini diduga dilakukan dengan memanipulasi izin dan melewati mekanisme resmi, sehingga menyebabkan kerugian negara yang tidak sedikit.
Berdasarkan hasil audit, perbuatan tersebut menimbulkan kerugian keuangan negara hingga mencapai Rp 21,2 miliar.

Nilai kerugian itu menjadi indikator betapa parahnya dampak korupsi yang terjadi di sektor kehutanan, yang tidak hanya merugikan negara secara finansial tetapi juga merusak ekosistem lingkungan yang semestinya dijaga.
2. Vonis bebas delapan terdakwa kredit fiktif perbankan