Suara.com - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengingatkan kepala daerah dari PDI Perjuanan harus berhati-hati dan tidak tergiur sehingga terjebak praktik korupsi.
Mahfud menyebut jebakan korupsi harus dibicarakan agar kepala daerah tidak terkena kasus.
Mahfud pun menuturkan beberapa contoh bagaimana kepala daerah terkena kasus hukum.
"Menyusun APBD dan program bersama DPRD secara kolutif sehingga banyak kepala daerah dan DPRD-nya masuk penjara secara berjamaah," kata Mahfud saat memberi pembekalan terhadap kepala atau wakil kepala daerah yang berstatus kader PDIP di Sekolah Partai, Jakarta Selatan, Sabtu (17/5/2025).
"Bisa juga dengan praktik melakukan mark up atau mark down untuk mendapat kick back. Hati-hati. Ini kasus-kasus yang saya bicarakan. Jadi jangan sampai terjebak korupsi," sambungnya.
Oleh sebab itu, dia meminta para kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk selalu berhati-hati. Karena tindak pidana korupsi kedaluwarsa 18 tahun. Sudah pensiun pun masih dikejar.
"Jadi jangan tergiur. Kalau saat menjabat berbuat baik dan sesuai ideologi partai maka pensiun dengan gagah dan tidur dengan tenang," kata Mahfud.
Mahfud mengatakan tidak bisa dipungkiri sekarang korupsi sedang marak. Indikatornya adalah indeks persepsi korupsi yang anjlok luar biasa.
Pola korupsinya terdesentralisasi juga baik secara vertikal maupun horizontal.
Baca Juga: Kejati Jakarta Tetapkan Tersangka ke-10 Kasus Pembiayaan Fiktif PT Telkom, Ini Sosoknya
Selain greedy, kata Mahfud, korupsi juga disebabkan sistem rekrutmen politik yang sulit mengendalikan korupsi.
Sistem pemerintahan dan rekrutmen politik yang berlaku mendorong orang korup sehingga orang baik pun menjadi korup. Belum lagi karena sistem pemilihan terbuka dan liberal, harus dibayar mahal.
Seperti kemarin, saat pemateri bicara, para kepala daerah dengan tekun mendengarkan paparan Mahfud MD.
Saat pembekalan pagi ini, hadir sejumlah pengurus DPP PDIP, antara lain Djarot Saiful Hidayat, Komarudin Watubun, Ganjar Pranowo dan Wakil Sekjen yang juga Kepala Sekretariat PDIP Aryo Adhi Dharmo.
Sebelumnya Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Ganjar Pranowo menyatakan partai yang diketuai Megawati Soekarnoputri siap mengikuti diskusi yang digagas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait wacana peningkatan dana partai politik dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menurutnya, pembahasan resmi akan digelar awal Juni mendatang dan akan melibatkan berbagai partai.

“Tidak, itu kan dia (KPK) mau buat diskusi itu. Kalau tidak salah awal Juni mau bicara pembiayaan partai politik. Saya sudah dikasih kabar juga, saya kira partai-partai juga diundang,” kata Ganjar saat ditemui awak media di Sekolah Partai PDIP, Jakarta, Jumat.
Dia menyebut pembiayaan partai adalah isu penting yang harus dikaji secara terbuka, termasuk dari aspek transparansi dan akuntabilitas. Namun, hingga diskusi resmi digelar, PDIP memilih menahan diri untuk memberikan tanggapan lebih jauh.
Meski begitu, Ganjar menyambut baik inisiatif KPK untuk membuka ruang dialog.
Ia menilai, forum seperti itu penting agar usulan tidak berhenti pada wacana, tetapi didasarkan pada kajian yang komprehensif dan partisipatif.
“Kalau sudah ada forum dan undangan resminya, ya kita siap ikut bicara,” ujar mantan Gubernur Jawa Tengah itu.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto mengatakan lembaganya mengusulkan kepada pemerintah untuk memberikan dana yang besar dari APBN ke partai politik sebagai salah satu upaya untuk memberantas korupsi yang ada di Indonesia.
"KPK adalah memberikan rekomendasi pendanaan terhadap partai politik. Agar partai politik itu dibiayai dari APBN," jelas Fitroh dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (16/5).
Dia menjelaskan para pihak yang ingin menjadi kepala desa, wali kota, bahkan menjadi presiden membutuhkan dana yang besar.
"Dengan sistem politik yang ada kita bisa saksikan bersama tak bisa dipungkiri mereka harus mengeluarkan modal yang sangat besar," ucapnya.
Fitroh mengatakan karena membutuhkan modal yang besar, calon pejabat tersebut akan mencari pemodal untuk mengakomodasi pencalonan dalam hajatan pemilu. Setelah menjabat, mereka memberikan timbal balik kepada pemodal, sehingga banyak terjadi praktik korupsi. (Antara)