Siswa SD di Riau Meninggal, KPAI : Normalisasi Bullying Sama dengan Menerima Kekerasan

Dythia Novianty Suara.Com
Sabtu, 31 Mei 2025 | 06:53 WIB
Siswa SD di Riau Meninggal, KPAI : Normalisasi Bullying Sama dengan Menerima Kekerasan
Ilustrasi Bullying (Pexels/RODNAE Productions)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Jangan pernah menormalisasi kasus bullying yang terjadi di manapun karena itu dinilai menormalisasi tindak kekerasan.

Komisioner KPAI, Dian Sasmita mengingatkan seluruh masyarakat untuk tidak menormalisasi kasus bullying yang terjadi dimana pun.

Pada dasarnya, dia melihat jika kasus bullying itu tidak hanya dilakukan dalam sekali kejadian tapi justru dilakukan beberapa kali dan berulang.

"Perlu dipahami bahwa kasus bullying tidak pernah hanya dalam sekali kejadian. Ada unsur keberulangnya," ucapnya dalam keterangan yang diterima Suara.com pada Sabtu 31 Mei 2025.

Melihat fenomena berulang ini, Dian Sasmita pun mengingatkan untuk melakukan deteksi dini dan merespons cepat atas kasus bullying merupakan hal yang sangat penting.

"Jangan pernah menganggap 'enteng' perilaku bullying yang terjadi. Respon yang cepat dan deteksi dini dapat minimalisir dampak lebih buruk dari perilaku bullying," tegasnya.

Dia mengungkapkan, semua itu dilakukan baik bagi korban dan juga yang melakukan bullying.

Bahkan, termasuk lingkungan sosial mereka dan juga termasuk keluarga para anak tersebut.

“Ingat normalisasi bullying sama dengan normalisasi kekerasan,” imbuhnya.

Baca Juga: Siswa SD di Riau Tewas Diduga Dibully karena Beda Agama, Pemerintah Dituntut Serius Soal Bullying

Untuk itu, menurut Dian Sasmita, penyelesaian kasus bullying perlu pelibatan banyak pihak.

"Di UUPA (Undang-Undang Perlindungan Anak) dan Konvensi Hak Anak mengenal prinsip dasar kepentingan terbaik bagi si anak. Prinsip ini terjawab dengan penggunaan pendekatan keadilan restoratif. Yakni Keadilan yang bertujuan memulihkan korban, masyarakat, dan anak yang terlibat dalam konflik hukum," jelasnya.

Menurut dia, semua pihak perlu difasilitasi pemulihannya sampai ada perubahan perilaku positif oleh semua yang terkait kasus bullying.

"Pencegahan bullying tentu bisa. Permendikbud (Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) dan UUPA menjadi payung regulasi," tambah Dian Sasmita.

Namun, dia menambahkan, aturan hukum tersebut dapat membawa perubahan jika setiap perangkat yang ada sudah terbangun perspektifnya bahwa bullying ini adalah kekerasan.

"Sehingga setiap ada indikasi perilaku bullying harus direspon. Tingkatan respon tentunya memperhatikan bentuk dan dampak bullying yang terjadi," jelasnya.

Dian Sasmita juga memaparkan bahwa ketika perspekstif ini tidak hanya bagi lingkungan pendidikan, namun juga keluarga yang jalankan fungsi pengasuhan harus juga mendapatkan edukasi.

Ilustrasi bullying anak (pexels.com/Mikhail Nilov)
Ilustrasi bullying anak (pexels.com/Mikhail Nilov)

"Bullying tidak hanya di lingkungan sekolah, tetapi bisa bisa terjadi di dalam lingkungan keluarga atau juga pergaulan," dia mengingatkan.

Sehingga, menurutnya, semua level lingkungan yang terkait anak wajib mendapat informasi yang tepat tentang ini.

Tidak hanya itu, Dian Sasmita juga menyampaikan pentingnya peningkatan keterampilan para pihak yang berkewajiban mengintervensi ketika bullying terjadi.

"Kasus bullying tidak akan selesai hanya dengan pertemuan mediasi tanpa ada intervensi perubahan perilaku," ungkapnya.

Dia menegaskan, perlunya pelibatan guru atau pendidik, pekerja sosial dan konselor untuk mendampingi anak dan keluarganya.

"Model demikian yang diharapkan dalam pendekatan keadilan restorative," tambahnya lagi.

Dia mendorong semua pihak untuk ambil peran dalam pencegahan dan penanganan bullying.

"Jangan sampai ada lagi anak-anak kita jadi korban bullying karena kita menormalisasi bullying. Bullying selalu hadir karena ketimpangan relasi kuasa. Bullying selalu datangkan penderitaan. Oleh karenanya kita semua harus ambil peran untuk menghentikan bullying," pungkasnya.

Peristiwa tragis itu merenggut nyawa seorang pelajar SD berinisial KB yang baru berusia 8 tahun di Kelurahan Pangkalan Kasai, Kecamatan Seberida, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.

Korban tewas akibat tindakan perundungan dan pemukulan yang dilakukan oleh beberapa orang kakak kelasnya di sekolah. Tindakan kekerasan yang dialami korban diduga akibat korban menganut agama yang berbeda dengan para pelaku.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI