Suara.com - Angka kematian jemaah haji Indonesia jadi perhatian serius bagi Kementerian Kesehatan dan Tim Amirul Hajj. Berbagai strategi pun disiapkan guna menekan risiko kematian, terutama saat fase kritis ibadah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna).
Direktur Jenderal SDM Kesehatan Kementerian Kesehatan, Yuli Farianti, mengatakan bahwa untuk menekan kematian jemaah, khususnya pada saat puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna), strategi yang diterapkan adalah menyatukan PPIH Arab Saudi Bidang Kesehatan dengan Tenaga Kesehatan Haji Kloter (TKHK) untuk mendampingi jemaah.
“Strateginya adalah bersatunya PPIH yang akan dibagi menjadi 8 markaz/maktab. Para dokter spesialis akan standby di markaz tersebut. Para dokter dan perawat akan mengisi markaz yang TKHK-nya sedikit, sementara jumlah jemaahnya banyak,” ujar Yuli dalam keterangannya, Selasa (3/6/2025).
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dr. Taruna Ikrar, yang juga menjadi bagian dari Tim Amirul Hajj, menambahkan bahwa tingginya angka kematian jemaah pada musim haji tahun ini menjadi alarm penting.
Ia menyebutkan bahwa per satu minggu sebelum puncak haji, jumlah jemaah yang meninggal dunia sudah melebihi angka tahun lalu pada periode yang sama.
“Ini satu minggu sebelum puncak haji, data yang meninggal dunia lebih tinggi dari tahun lalu pada hari yang sama. Saat ini ada 108 orang jemaah yang meninggal dunia,” ujar Taruna.
Lebih lanjut, ia menyerukan agar seluruh potensi yang dimiliki Indonesia dimaksimalkan untuk memberikan pelayanan terbaik dan menekan angka kematian di kalangan jemaah.
“Dalam kondisi tertentu, tidak mungkin dokter-dokter di sini yang jumlahnya terbatas bisa menangani dua jutaan orang jemaah. Sudah tepat langkah pemerintah Indonesia yang membawa petugas kesehatan ke sini untuk mendampingi para jemaah,” ujarnya.
Di sisi lain, ia juga mendengar bahwa saat ini terdapat permasalahan di mana petugas kesehatan tidak dapat melayani jemaah karena persoalan izin operasional klinik dan praktik.
Baca Juga: BP Haji: Visa Furoda Murni Business to Goverment, Pemerintah Tak Ikut Negosiasi
“Sebab sesuai aturan, tempat pelayanan dan petugas kesehatan yang bertugas di suatu negara harus memiliki izin operasional/praktik di wilayah tersebut,” ungkap Taruna.
Lebih lanjut, Taruna mengatakan bahwa untuk menangani permasalahan tersebut, ia akan berbicara dengan Menteri Kesehatan Arab Saudi, mengingat ada lebih dari 200 ribu jemaah haji Indonesia yang perlu dilayani oleh para petugas kesehatan.
“Saya mendengar pelayanan kesehatan di sini (KKHI) kurang optimal karena permasalahan izin operasional. Banyak jemaah meninggal di hotel karena menahan rasa sakit," katanya.
"Mereka merasa stres jika harus dirujuk dan dirawat di RS sini, tidak ada teman, tidak bisa berkomunikasi karena tidak mengerti bahasanya. Jadi, saya bersama Amirul Hajj akan berbicara dengan Menteri Haji dan Menteri Kesehatan Arab Saudi,” ucap Taruna.
Untuk itu, ia menyampaikan komitmennya bersama Tim Amirul Hajj untuk segera melakukan pembicaraan dengan otoritas Arab Saudi, termasuk Menteri Haji dan Menteri Kesehatan, agar persoalan izin dapat segera dituntaskan demi menyelamatkan nyawa jemaah haji Indonesia.
Sementara itu, Arab Saudi mengumumkan bahwa pasukan keamanan Haji yang bertugas di titik-titik masuk ke Makkah telah menangkap enam penduduk dan 18 warga negara Saudi karena melanggar peraturan Haji dengan mengangkut 99 orang tanpa izin haji.