Dampak Penambangan Nikel di Pulau Kecil: Lingkungan Rusak, Warga Terancam

Senin, 16 Juni 2025 | 17:59 WIB
Dampak Penambangan Nikel di Pulau Kecil: Lingkungan Rusak, Warga Terancam
penambangan di raja ampat
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Aktivitas penambangan nikel di pulau-pulau kecil Indonesia memicu kekhawatiran serius karena berdampak langsung terhadap kerusakan lingkungan hingga terancam hilangnya ruang hidup masyarakat sekitar.

Fenomena ini makin mencuat seiring dengan masifnya kebijakan hilirisasi nikel nasional yang mendorong ekspansi industri ekstraktif ke wilayah-wilayah rentan, seperti Maluku Utara dan Papua Barat.

Dosen Ilmu Kelautan Universitas Khairun di Ternate, Abdul Motalib, menyebut kalau dominasi aktivitas tambang nikel kini semakin terkonsentrasi di pulau-pulau kecil.

"Kita melihat dominan nikel yang ditambang ini, dominannya itu ada di pulau-pulau kecil, misalnya di Maluku Utara itu ada di Pulau Pakal, ada di Pulau Gebe, ada di Pulau Obi, kemudian yang kemarin viral di Raja Ampat itu ada di kawasan Raja Ampat, ada di Pulau Gag, dan seterusnya," ungkap Abdul dalam diskusi bersama Auriga Nusantara di Jakarta, Senin (16/6/2026).

Dia menjelaskan bahwa dampak tambang di wilayah-wilayah tersebut bisa diklasifikasikan ke dalam tiga kategori besar, yaitu dampak ekologi, sosial, dan budaya.

Dari aspek ekologi, kerusakan yang ditimbulkan mencakup degradasi habitat, hilangnya berbagai organisme, serta terputusnya fungsi ekologis dan kemampuan mitigasi lingkungan.

"Kenapa ini bisa terjadi? Karena pulau-pulau kecil yang ditambang itu sudah pasti akan mengubah landscape daratannya, dan volumenya akan hilang, ekosistem di dalam tersebut akan hilang, dan kemungkinan besar, ada spesies-spesies endemik yang bisa saja tumbuh dan berkembang pada lokasi-lokasi pulau kecil tersebut," jelasnya.

Dengan rusaknya bentang alam tersebut, masyarakat yang bergantung pada sumber daya pesisir pun lambat laun akan berdampak langsung, terutama dalam pemenuhan kebutuhan pangan dari laut.

Hal itu menjadi dampak kedua yang menjadi aspek sosial dan kebanyakan pasti dirasakan oleh komunitas lokal yang sehari-hari menggantungkan hidup pada ekosistem sekitar.

Baca Juga: Golkar Pasang Badan Buat Bahlil, Keputusan Cabut Izin Tambang Raja Ampat Diklaim Bukti ProRakyat

"Kerusakan ekosistem itu akan memicu sulitnya masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pangannya, termasuk pangan dari laut, karena terjadi kerusakan habitat," ujarnya.

Bukan hanya soal makan, lanjut Abdul, kehancuran lingkungan juga turut menggerus nilai-nilai budaya masyarakat pesisir yang sejak lama mengelola sumber daya alam secara arif dan berkelanjutan.

Ia menekankan, banyak kearifan lokal yang lahir dari relasi harmonis antara manusia dan alam justru kini tergerus akibat eksploitasi industri nikel yang diizinkan pemerintah.

"Banyak sekali kearifan-kearifan lokal kita, di mana masyarakat pesisir di pulau kecil itu selalu memanfaatkan alam secara bijak, secara arif, karena ada nilai-nilai kearifan lokal dan kearifan budaya yang tumbuh dan berkembang selama ini. Itu menjadi lokal values dan dijalankan, sehingga sumber daya yang ada di pulau kecil itu selalu sustain, selalu berkelanjutan," terangnya.

Abdul menyebutkan bahwa tekanan terhadap masyarakat pesisir semakin besar sejak diberlakukannya kebijakan hilirisasi nikel oleh pemerintah pusat. Meski bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah secara ekonomi, kebijakan itu dinilai justru menjadi pintu masuk bagi kerusakan ekologis yang berdampak multidimensi.

Komnas HAM Minta Dihentikan

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI