Suara.com - Pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Gandjar Laksamana Bonaprapta mengatakan seharusnya Kejaksaan Agung mengusut dugaan korupsi pagar laut di pesisir laut Tangerang.
Pasalnya hingga saat ini Bareskrim Polri bersikukuh tidak ada unsur tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut.
Kekinian Bareskrim hanya melakukan penyidikan terkait tindakan pemalsuan sertifikat di lokasi pagar laut tersebut. Sehingga, berkas perkara pagar laut di wilayah Tangerang bolak-balik antara Bareskrim dan Kejagung.
Sejauh ini petunjuk yang diberikan oleh kejaksaan kepada kepolisian terkait penggunaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi tidak pernah dipenuhi Bareskrim.
“Berjalan beriringan (pemeriksaan) enggak masalah,” kata Gandjar, usai diskusi Sosialisi KUHP Baru di kawasan Jakarta Selatan, Senin, 30 Juni 2025.
Selain itu, kata Gandjar, tidak ada persoalan jika pihak Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri melakukan investigasi secara bersamaan dalam kapasitas yang berbeda.
“Makanya biar dua-duanya diperiksa, sehingga yang ngaco jadi malu. Misalkan dugaan korupsi ketemu, ternyata bisa ketemu tuh kan korupsi, polisi jadi malu,” ujarnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung mengembalikan berkas perkara pagar laut ke Polri. Pengembalian berkas perkara itu dilakukan lantaran penyidik Bareskrim tidak memasukkan pasal tindak pidana korupsi.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar mengatakan pengembalian berkas dilakukan lantaran berkas perkara dengan nama tersangka Arsin, selaku Kepada Desa Kohod belum dilengkapi oleh penyidik.
Baca Juga: Jurist Tan 'Kabur' Sebelum Dicekal, Apa yang Disembunyikan Stafsus Nadiem di Luar Negeri?
“Karena petunjuk jaksa penuntut umum yang terdahulu belum dilengkapi atau dipenuhi oleh penyidik,” kata Harli di Kejagung, Rabu, 16 April lalu.
Harli menjelaskan, jaksa meminta agar pihak penyidik memasukan pasal tindak pidana korupsi dalam berkas perkara Arsin.
“Kami sampaikan bahwa di waktu lalu, berkas perkara maupun SPDP telah dikembalikan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada penyidik. Dengan petunjuk supaya penyidik melakukan pemeriksaan atau penyidikan dalam perkara a quo dengan pasal-pasal dalam tindak pidana korupsi,” katanya.
Alasan dimasukannya pasal tindak pidana korupsi lantaran setelah dilakukan penelitian berkas, setidaknya ada indikasi soal penerimaan gratifikasi.
“Ada indikasi penerimaan suap atau gratifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 atau Pasal 12 Undang-Undang Tipikor,” jelas Harli.
Kemudian, ada indikasi pemalsuan buku-buku atau dokumen sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Tipikor. Kemudian, ada indikasi perbuatan melawan hukum yang berpotensi merugikan keuangan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tipikor.