Pemandu Diblacklist, Padahal Bertaruh Nyawa ke Jurang Tanpa Alat Demi Juliana Marins

Yazir F Suara.Com
Sabtu, 05 Juli 2025 | 15:53 WIB
Pemandu Diblacklist, Padahal Bertaruh Nyawa ke Jurang Tanpa Alat Demi Juliana Marins
Pemandu Juliana Marins Diblacklist, Padahal Nekat Turun ke Jurang Rinjani Tanpa Alat

Suara.com - Insiden tragis yang menimpa pendaki asal Brasil, Juliana Marins (26), di Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat, masih mengguncang jagat maya dan memicu perdebatan sengit.

Di tengah gelombang kritik dan sorotan publik internasional, muncul sosok yang menjadi pusat kontroversi, yakni Ali Musthofa, pemandu lokal yang mendampingi pendakian Juliana.

Ali adalah orang pertama yang menyadari bahwa Juliana telah menghilang dari rombongan.

Tanpa menunggu tim penyelamat, dia langsung nekat turun ke jurang hanya berbekal senter dan keberanian.

Dalam video yang beredar luas di media sosial, tampak Ali menuruni tebing tanpa perlengkapan standar keselamatan seperti harness, anchor, karabiner, atau jumar.

Dia bertaruh nyawa demi menemukan Juliana dalam kegelapan malam dan medan ekstrem.

"Saya hanya pergi beberapa menit. Saya minta dia istirahat karena bilang lelah. Lalu saya kembali. Saya tidak meninggalkannya," ujar Ali dengan suara lirih.

Petugas memindahkan peti jenazah pendaki Gunung Rinjani Juliana Marins ke dalam mobil jenazah di Rumah Sakit Umum Daerah Bali Mandara, Denpasar, Bali, Senin (30/6/2025). [ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/bar]
Petugas memindahkan peti jenazah pendaki Gunung Rinjani Juliana Marins ke dalam mobil jenazah di Rumah Sakit Umum Daerah Bali Mandara, Denpasar, Bali, Senin (30/6/2025). [ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/bar]

Cahaya senter dari dasar jurang menjadi satu-satunya petunjuk bagi Ali dalam pencariannya. Sayangnya, upaya evakuasi mandiri itu tidak membuahkan hasil.

Juliana ditemukan tewas beberapa hari kemudian, di salah satu jalur tersulit Rinjani, Cemara Nunggal.

Baca Juga: Investor Pembangunan Kereta Gantung Menuju Gunung Rinjani Kabur

"Saya coba turun. Saya gagal. Tapi saya tidak membiarkannya sendiri," tegasnya lagi.

Ali Musthofa mengaku bertemu dengan Juliana dan lima pendaki lainnya pada Kamis (19/6/2025) malam untuk briefing.

Keesokan harinya, pada Jumat pukul 07.00 WITA, rombongan memulai pendakian dari Resort Sembalun, Lombok Timur. Hingga Sabtu pagi, semua berjalan lancar.

Namun tragedi dimulai ketika rombongan berada di kawasan Cemara Nunggal. Juliana, yang berada di barisan paling belakang, tiba-tiba tidak terlihat lagi.

Ali segera kembali ke lokasi terakhir ia melihat Juliana dan melihat senter korban menyala samar di dasar jurang.

"Kejadiannya pada Sabtu pagi. Saya taruh tas dan mencari dia dan lihat posisi senter di tebing," ujarnya.

Sebelum itu, menurut penuturan keluarga, Juliana sempat mengatakan kepada pemandu bahwa ia lelah dan ingin istirahat.

Ali kemudian menyuruhnya duduk, lalu berpamitan untuk merokok selama beberapa menit.

"Juliana bilang kepada pemandunya bahwa dia kelelahan, lalu si pemandu menyuruhnya duduk dan beristirahat," ungkap ayah Juliana, Manoel Marins, dalam wawancara eksklusif dengan program Fantastico, TV Globo.

"Kemudian, dia pamit merokok selama 5 sampai 10 menit. Untuk merokok! Ketika kembali, Juliana sudah tidak terlihat lagi," lanjutnya.

Menurut Manoel, insiden itu terjadi sekitar pukul 04.00 pagi. Namun video kondisi Juliana baru dikirim kepada pihak koordinator sekitar pukul 06.08.

Tim penyelamat disebut baru dihubungi pukul 08.30, dan baru tiba di lokasi sekitar pukul 14.00.

"Peralatan satu-satunya yang mereka bawa hanya seutas tali. Mereka melemparnya ke arah Juliana. Dalam kondisi panik, si pemandu lalu mengikat tali ke pinggangnya dan mencoba turun tanpa alat pengaman," terang Manoel.

Usai kejadian, Ali Musthofa menjadi sasaran kritik tajam dari publik, baik di Indonesia maupun Brasil.

Komentar di media sosial membanjiri namanya, mulai dari tudingan kelalaian hingga permintaan agar ia dihukum.

Tak hanya itu, komunitas pemandu wisata lokal juga dikabarkan telah memasukkan Ali dalam daftar hitam alias blacklist.

Ali menyayangkan hujatan yang dilontarkan publik. Menurutnya, mereka hanya asal bicara karena tidak mengetahui kronologinya.

Di tengah tekanan dan trauma yang belum reda, Ali mengaku hanya ingin menyampaikan bahwa dia telah melakukan yang terbaik dalam situasi yang sulit.

Namun bagi keluarga korban, tindakan Ali dan lambannya respon pihak pengelola Taman Nasional Gunung Rinjani dianggap sebagai bentuk kelalaian yang berujung fatal.

"Meski demikian, yang paling saya anggap bersalah adalah koordinator taman nasional. Dia terlambat menghubungi Basarnas," tegas Manoel.

Ibunda Juliana, Estela Marins, menyatakan, "Ini menyakitkan sekali. Orang-orang ini telah membunuh anak saya."

Kontributor : Chusnul Chotimah

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI