DPR Bentuk Tim Supervisi Penulisan Ulang Sejarah, Dasco: Untuk Akhiri Polemik

M Nurhadi Suara.Com
Minggu, 06 Juli 2025 | 12:07 WIB
DPR Bentuk Tim Supervisi Penulisan Ulang Sejarah, Dasco: Untuk Akhiri Polemik
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan, Tim Supervisi Penulisan Ulang Sejarah Kemendikbud akan mengakhiri polemik. [Suara.com]

"Untuk apa kita menulis sejarah untuk memecah belah bangsa," ujarnya.

Fadli juga menekankan bahwa penulisan ulang ini akan bersifat "Indonesia-sentris," sebuah upaya untuk melepaskan diri dari bias kolonial yang mungkin masih melekat pada narasi sejarah yang ada.

Untuk menjamin objektivitasnya, proyek ini melibatkan akademisi dan sejarawan dari 34 perguruan tinggi di seluruh Indonesia.

"Jadi yang menulis ini bukan aktivis, bukan politikus, tetapi sejarawan," tegas Fadli, menepis kekhawatiran akan adanya intervensi politik.

Kekhawatiran Penghapusan Memori Kelam

Namun, gagasan "nada positif" ini justru menyulut kekhawatiran dari berbagai kalangan, terutama para sejarawan, aktivis hak asasi manusia, dan korban pelanggaran HAM masa lalu.

Mereka cemas, pendekatan ini akan berujung pada "pemutihan" dosa-dosa negara dan pengaburan fakta-fakta sejarah yang pahit.

Sejarawan Andi Achdian mengkritik keras wacana ini. Menurutnya, sejarah resmi yang dikontrol negara adalah ciri khas rezim otoriter.

"Biasanya kan negara-negara otoriter tuh, yang punya kepentingan untuk menulis sejarah resmi yang mereka klaim sebagai sejarah resmi," kata Andi.

Baca Juga: Bentuk Tim Supervisi Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, DPR Ragukan Kemenbud?

Kekhawatiran utama tertuju pada nasib pencatatan kasus-kasus pelanggaran HAM berat.

Para kritikus menyoroti bahwa dari 12 kasus pelanggaran HAM berat yang telah diakui negara, draf awal penulisan ulang sejarah ini hanya akan memasukkan dua di antaranya.

Hal ini dianggap sebagai upaya untuk menciptakan narasi yang mengagungkan pemerintah tanpa mengakui adanya "luka sejarah".

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga menyuarakan keprihatinannya. Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, mengaku belum diajak berdiskusi terkait wacana ini.

Ia menegaskan, jika negara sampai menghapus tragedi kemanusiaan dari ingatan publik, para korban akan kehilangan harapan untuk mendapatkan keadilan.

Titik Didih: Tragedi Mei 1998

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI