Polemik memuncak ketika Fadli Zon, dalam sebuah wawancara, mempertanyakan kebenaran peristiwa pemerkosaan massal dalam kerusuhan Mei 1998 dan menyebutnya sebagai "rumor" yang tidak pernah terbukti.
"Pemerkosaan massal kata siapa? Enggak pernah ada buktinya. Itu adalah cerita. Kalau ada, tunjukkan," katanya.
Pernyataan ini sontak memicu kemarahan publik. Para aktivis dan organisasi masyarakat sipil menilai pernyataan tersebut sangat melukai korban dan keluarga korban, serta menunjukkan ketidakpekaan gender.
Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Mercy Chriesty Barends, dengan tegas mendesak Fadli Zon untuk menghentikan wacana penulisan ulang sejarah.
"Saya datang dengan tiga dokumen resmi. Jadi kalau kemudian Bapak mempertanyakan kasus pemerkosaan massal dan seterusnya, ini sangat amat melukai kami,” ujarnya sambil menunjukkan dokumen dari Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dan Komnas Perempuan.
Menanggapi kritik keras tersebut, Fadli Zon menggelar uji publik yang akan melibatkan berbagai pihak, termasuk organisasi HAM dan perwakilan korban, untuk memastikan narasi sejarah tidak memihak.
Ia menjamin tidak akan ada intervensi politik dalam proses ini. Namun, desakan agar proyek ini dihentikan terus mengalir, salah satunya dari PDI Perjuangan.
"Kami meminta dengan tegas stop penulisan ini karena sudah menimbulkan polemik dan melukai banyak orang," kata Ketua DPP PDIP, MY Esti Wijayati.
Baca Juga: Bentuk Tim Supervisi Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, DPR Ragukan Kemenbud?