Suara.com - Sebelum tragedi merenggut nyawa suaminya di sebuah kamar kontrakan di Menteng, Jakarta Pusat, Meta Ayu Puspitantri atau Pita, istri dari diplomat muda Arya Daru Pangayunan, pernah meninggalkan sebuah jejak digital yang kini terasa begitu menyentuh.
Sebuah tulisan di media dutajati.com, terbit pada 14 April 2022, menjadi semacam curahan hati Pita yang membuka tabir kehidupan seorang pendamping diplomat, sebuah dunia yang ternyata jauh dari kilau glamor yang dibayangkan banyak orang.
Tulisannya adalah sebuah potret jujur tentang perjuangan adaptasi, kerinduan yang mendalam, dan beban moral tak kasat mata yang dipikulnya di negeri orang.
Mitos Glamor yang Terbantahkan
Banyak yang membayangkan kehidupan istri diplomat identik dengan resepsi mewah dan gaun malam yang indah. Pita dengan tegas membantah citra tersebut.
Ia melukiskan realitas kesehariannya yang tak berbeda dengan ibu rumah tangga pada umumnya di Indonesia: berberes rumah, memasak, dan antar jemput anak sekolah.
"Memang untuk momen tertentu kami sebagai pendamping suami saat bertugas dituntut untuk dapat tampil baik dan representatif dengan busana nasional beserta atributnya. Namun di hari-hari biasa, kehidupan saya sama seperti kehidupan Ibu-ibu pada umumnya di Indonesia," tulisnya.
Baginya, kehidupan di balik layar jauh dari kata glamor, namun sarat dengan tanggung jawab yang lebih besar.
Perjuangan Menaklukkan Diri dan Budaya
Baca Juga: Polisi Sita 2 CCTV di Indekos, Kejanggalan Tewasnya Diplomat Kemlu Arya Daru Bisa Terkuak?
Menjadi "bayangan" suami di pentas dunia menuntut Pita untuk terus bertumbuh, bahkan di area yang tak pernah ia minati sebelumnya.
Salah satu tantangan terbesarnya adalah menari. Ia yang semula kaku dan tak punya minat, terpaksa harus belajar menari demi tugas negara.
"Saya yang tadinya bukan seorang penari dan belum ada minat ke sana, lama-lama mulai bisa merasakan enjoy," ujarnya.
Dari Tari Tobelo di Dili, Timor Leste, hingga Tari Lenggang Nyai yang ia pentaskan di malam resepsi diplomatik di Buenos Aires, Argentina, Pita menunjukkan kegigihannya dalam beradaptasi. Sebuah proses transformasi pribadi yang ia jalani demi mendukung tugas sang suami.
Perjuangan tak hanya soal menaklukkan panggung, tapi juga komunikasi sehari-hari. Di Argentina, dengan kemampuan bahasa Spanyol yang terbatas, ia menciptakan istilahnya sendiri untuk bertahan.
"Ada kalanya saya bertemu orang yang tidak dapat berbahasa Inggris, saya akan melakukan bahasa 'salah paham'. Ya, saya salah, tapi dia paham," katanya.