Situs-situs purbakala seperti Candi Sukuh dan Candi Cetho yang tersebar di lerengnya menjadi bukti bisu dari peranan penting gunung ini sejak era Majapahit akhir.
Sebuah artikel dari platform pendidikan seni, Smarthistory, menyebutkan bahwa struktur candi di Lawu, seperti Sukuh, mengadopsi bentuk punden berundak yang telah ada sejak era prasejarah Jawa untuk merepresentasikan Gunung Mahameru, rumah Dewa Siwa dalam mitologi Hindu.
Aktivitas spiritual di Gunung Lawu, termasuk yang dilakukan oleh kelompok berbaju putih tersebut, sering kali merupakan manifestasi dari Kejawen, sebuah sistem kepercayaan sinkretis yang memadukan elemen animisme, Hindu-Buddha, dan Islam.
Para penganutnya memandang Lawu sebagai tempat dengan energi spiritual yang kuat, ideal untuk melakukan "laku prihatin" atau ritual penyucian diri, meditasi, dan mencari pencerahan.
Menurut berbagai studi, kegiatan komunitas di Gunung Lawu sekitar abad ke-15 hingga ke-16 didominasi oleh para rsi dan pertapa yang memuliakan Parwatarajadewa, atau dewa penguasa gunung. Praktik ini terus berlanjut hingga kini dalam berbagai bentuk, diwariskan dari generasi ke generasi.
Daya tarik spiritual Gunung Lawu ternyata tidak hanya memikat warga lokal. Pesona mistisnya telah lama menarik perhatian para pencari spiritual dari mancanegara.
Sebuah laporan dari The Jakarta Post pada 2018 menyoroti kedatangan beberapa warga negara asing, termasuk dari Prancis, yang secara khusus datang dan tinggal di lereng Lawu untuk mempelajari spiritualisme Jawa.
Salah satu dari mereka, Jay Bronson, menyatakan, "Ini adalah kunjungan kedua saya ke Demping (sebuah dusun di lereng Lawu), namun tempat ini tidak pernah berhenti membuat saya takjub. Orang-orangnya hidup sederhana, namun begitu tenang dan damai".
Kehadiran para pengunjung asing ini menunjukkan bahwa tradisi spiritual di Lawu memiliki daya tarik universal.
Baca Juga: 5 Tempat Pesugihan yang Paling Terkenal di Pulau Jawa: Gunung hingga Pantai
Mereka datang untuk merasakan langsung kearifan lokal, budaya, dan kehidupan di lereng Lawu yang kaya.
Fenomena kelompok berbaju putih yang melakukan ritual di puncak Lawu, oleh karena itu, bukanlah sekadar pemandangan unik, melainkan bagian dari denyut nadi spiritual yang hidup dan terus dijaga.