Suara.com - Kamera pengawas atau CCTV di sekitar rumah kos diplomat muda, Arya Daru, menjadi saksi bisu aktivitas terakhirnya sebelum ditemukan tewas secara mengenaskan. Rekaman ini kini menjadi salah satu fokus utama penyidikan polisi dan analisis para ahli, termasuk pakar mikro ekspresi Kirdi Putra.
Menurut Kirdi, apa yang ditampilkan dalam CCTV justru melemahkan dugaan bahwa Arya Daru tewas akibat bunuh diri.
Gerak-gerik yang terekam menunjukkan pola perilaku yang wajar dan tidak mengindikasikan adanya tekanan psikologis berat yang mendorong seseorang untuk mengakhiri hidupnya.
Penyelidikan kasus ini berpusat pada pertanyaan besar: bunuh diri atau dibunuh?
Kirdi Putra memberikan pandangannya dari sudut pandang analisis perilaku dan psikologis. Dalam wawancara di newssore, ia menjelaskan jika rekaman CCTV yang memperlihatkan Arya Daru berjalan santai untuk membuang kantong hitam adalah sebuah anomali jika dikaitkan dengan teori bunuh diri.
"Jadi kalau kita lihat bahwa ketika CCTV, rekaman CCTV itu menunjukkan bahwa Arya Daru ini jalan, membuang sampah, seperti itu, sebetulnya ada dua poin yang bisa kita lihat di sini," ujar Kirdi.
Poin pertama, menurut Kirdi, adalah tentang pola. Manusia cenderung beraktivitas berdasarkan pola atau kebiasaan. Jika membuang plastik hitam yang jika diibaratkan sampah di waktu tersebut adalah rutinitas korban, maka apa yang terekam adalah sebuah kewajaran.
Namun, justru kewajaran inilah yang menjadi ganjil.
"Seseorang yang katakanlah mengalami kondisi misalnya suicidal, pengin bunuh diri, dia mengalami kondisi depresi, biasanya dia sudah tidak terlalu peduli tentang keadaan misalnya diri kebersihan dirinya, kerapihan, dan sebagainya. Ini kan dia masih melakukan pola tersebut," jelasnya.
Baca Juga: Pakar Ungkap 5 Keanehan Kematian Diplomat Arya Daru, Bukan Bunuh Diri?
Orang yang berada di ambang keputusan fatal seperti itu seringkali sudah abai terhadap rutinitas duniawi.
Poin kedua yang disorot Kirdi adalah pentingnya keterangan dari orang-orang terdekat, terutama sang istri. Kekhawatiran istri korban hingga berulang kali menghubungi penjaga kos adalah indikator kuat adanya penyimpangan dari pola komunikasi yang biasa terjadi.
Perubahan pola ini adalah "red flag" atau tanda bahaya yang harus didalami.
"Keterangan istri korban sangat penting," tegas Kirdi. Penyidik harus menggali secara verbatim atau kata per kata, apa percakapan terakhir antara korban dan istrinya, serta apa yang dikatakan sang istri kepada penjaga kos saat meminta tolong untuk melakukan pengecekan.
Lebih lanjut, Kirdi juga menyinggung bahwa orang yang berniat bunuh diri jarang melakukannya secara diam-diam tanpa sinyal apa pun.
"Ada bocoran-bocoran yang biasanya disempilkan ke orang-orang terdekatnya, tapi orang enggak ngeh aja biasanya," tuturnya.