Jualan Online Kini Harus Bayar Pajak, Ini 7 Hal yang Harus Kamu Tahu!

Bella Suara.Com
Selasa, 15 Juli 2025 | 07:39 WIB
Jualan Online Kini Harus Bayar Pajak, Ini 7 Hal yang Harus Kamu Tahu!
ILustrasi pajak (Pixabay)

Suara.com - Buat kamu yang punya usaha jualan online di marketplace seperti Shopee, Tokopedia, Lazada, Bukalapak, dan lainnya, siap-siap menghadapi perubahan besar.

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah merilis Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yang mengatur tentang pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dari para pedagang online.

Mulai pertengahan Juli 2025, jualan online tidak lagi 'bebas pajak' seperti dulu.

Tapi jangan buru-buru panik, aturan ini bukan untuk memberatkan, justru untuk menyederhanakan proses administrasi pajak di era digital.

Supaya kamu nggak bingung, berikut 7 hal penting yang wajib kamu ketahui soal aturan baru ini:

Pedagang menaruh buku jualannya di toko online di Sentra Buku Pasar Kenari, Jakarta, Senin (5/2/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]
Pedagang menaruh buku jualannya di toko online di Sentra Buku Pasar Kenari, Jakarta, Senin (5/2/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]

1. Marketplace Wajib Menjadi Pemungut Pajak

Dengan berlakunya PMK 37/2025, pemerintah resmi menunjuk marketplace (platform digital) sebagai pemungut PPh Pasal 22 dari para pedagang atau merchant.

Artinya, mulai sekarang, marketplace akan memotong pajak langsung dari hasil penjualanmu sebelum dana masuk ke saldo akun penjual.

2. Tarif Pajaknya Hanya 0,5 Persen

Jangan khawatir, tarif yang dikenakan tidak besar. Marketplace akan memungut 0,5% dari nilai bruto penjualan.

Dalam banyak kasus, jumlah ini setara dengan pajak UMKM yang sudah berlaku sebelumnya.

Baca Juga: Awas Kena Sanksi! Jualan Online Tapi Gak Bayar Pajak, Ini Risiko yang Mengintai

Tarif ini bisa bersifat final (langsung lunas) atau tidak final (nanti dikreditkan di SPT Tahunan), tergantung skema usaha kamu.

3. Tidak Semua Pedagang Langsung Dikenai Pajak

Kalau omzet tokomu di marketplace masih di bawah Rp500 juta per tahun, kamu bisa dibebaskan dari pemungutan pajak.

Tapi syaratnya: harus mengisi dan menyerahkan surat pernyataan resmi ke pihak marketplace.

Tanpa itu, pemungutan tetap akan dilakukan.

4. Wajib Punya NPWP atau NIK

Agar tidak dikenai tarif ganda, kamu wajib memiliki dan mencantumkan NPWP. Kalau belum punya, kamu bisa pakai NIK sebagai pengganti sementara.

Tapi ingat: kalau kamu tidak punya NPWP, tarif pajakmu bisa naik dua kali lipat dari 0,5% jadi 1%.

5. Invoice Penjualan Wajib Dilengkapi Data Standar

PMK 37/2025 juga menetapkan bahwa invoice atau nota penjualan akan dianggap sebagai dokumen bukti pemungutan pajak. Karena itu, invoice kamu wajib memuat data standar seperti:

  • Nama pembeli dan penjual
  • Nilai transaksi
  • Nomor transaksi
  • Tanggal jual-beli

Marketplace akan menyinkronkan invoice ini dengan sistem pelaporan ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

6. Marketplace Juga Harus Lapor ke DJP

Setelah memungut PPh dari transaksi penjual, marketplace akan melaporkannya ke DJP lewat sistem digital yang terintegrasi.

Sistem ini akan otomatis merekam besarnya potongan dan mengkreditkannya ke akun pajak masing-masing pedagang.

Artinya, kamu bisa cek bukti potong pajakmu lewat marketplace dan juga melalui DJP Online.

7. Jika Tidak Patuh, Siap-Siap Kena Sanksi

Pedagang yang tidak menyerahkan dokumen, tidak melapor, atau tidak menyetorkan pajaknya sesuai aturan bisa dikenai sanksi administratif.

Bahkan kalau datamu tidak lengkap dan pemungutan gagal, kamu tetap wajib melapor dan bayar pajak sendiri. Repot, kan?

Kenapa Pemerintah Menerapkan Ini?

Menurut DJP, aturan ini diterbitkan karena transaksi digital makin masif, apalagi setelah pandemi. Banyak orang beralih ke belanja online, dan sektor ini tumbuh sangat cepat.

Sayangnya, sistem perpajakannya belum ikut menyesuaikan.

“Diperlukan pengaturan yang mendorong kemudahan administrasi perpajakan, khususnya bagi pelaku usaha yang bertransaksi secara elektronik,” kata Rosmauli, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP.

Dengan menunjuk marketplace sebagai pemungut, prosesnya jadi lebih ringkas dan tidak lagi bergantung pada pelaporan manual.

Sebenarnya, PMK 37/2025 bukan pajak baru, tapi cara baru yang disesuaikan dengan ekosistem digital.

Pemerintah ingin menciptakan keadilan antara pelaku usaha digital dan konvensional, sekaligus membangun fondasi ekonomi digital yang sehat dan transparan.

Buat kamu yang serius ingin mengembangkan usaha online, mengikuti aturan ini justru bisa jadi nilai plus.

Selain legal, kamu juga lebih mudah jika suatu saat ingin naik kelas misalnya ajukan pinjaman usaha, kerja sama dengan vendor besar, atau bahkan ekspor.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI