Suara.com - Belakangan ini, jagat maya dan perbincangan di warung kopi diramaikan oleh satu isu yang bikin was-was: beras oplosan.
Bayangkan saja, Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman bersama Bareskrim Polri baru saja membongkar ada 212 merek beras yang diduga "nakal", menyulap beras kualitas medium menjadi premium untuk meraup untung.
Kabar ini sontak membuat banyak dari kita jadi detektif dadakan di dapur, bertanya-tanya, "Beras yang kita makan ini asli premium atau cuma 'polesannya' saja?"
Di tengah keresahan ini, muncul pertanyaan yang lebih besar lagi. Bagaimana dengan nasib program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang akan digulirkan pemerintah?
Apakah nasi untuk jutaan anak sekolah di Indonesia juga berisiko tercampur beras oplosan?
Kekhawatiran publik ini langsung dijawab oleh Badan Gizi Nasional (BGN).
Kepala BGN, Dadan Hindayana, memberikan jaminan tegas bahwa beras yang akan digunakan dalam program MBG aman dari praktik lancung tersebut.
Dadan menjelaskan bahwa program MBG tidak akan bergantung pada pasokan dari distributor besar yang rantai pasoknya panjang dan sulit diawasi.
Sebaliknya, program ini akan mengoptimalkan sumber daya dari masyarakat sekitar.
Baca Juga: 4 Masker Wajah Mengandung Ekstrak Beras, Ampuh Meningkatkan Kecerahan Kulit
"Kalau MBG kan basisnya potensi sumber daya lokal. Jadi kami tidak membeli dari mana membeli dari mana-mana tapi masyarakat sekitar. Jadi pasti tidak akan ada oplosan," kata Dadan saat ditemui di Sleman, Selasa (15/7/2025).
Dengan kata lain, beras dan bahan pangan lainnya akan dibeli langsung dari petani atau pemasok lokal di daerah masing-masing.
Mekanisme ini tidak hanya memotong rantai pasok yang rawan penyelewengan, tetapi juga memberdayakan ekonomi daerah.

Standar Premium untuk Generasi Emas Indonesia
Tak hanya bebas oplosan, BGN juga menetapkan standar tinggi untuk kualitas beras yang disajikan.
Ini bukan sekadar program "yang penting kenyang", tetapi bertujuan untuk memberikan asupan gizi terbaik bagi masa depan bangsa.
"Dan standar kami berasnya harus premium. Untuk memberikan makan yang berkualitas bagi anak bangsa itu harus yang premium," tegas Dadan.
Komitmen ini menjadi angin segar di tengah carut-marut kualitas pangan.
Artinya, setiap butir nasi yang diterima siswa diharapkan menjadi investasi gizi untuk mendukung pertumbuhan dan kecerdasan mereka.
Tantangan Anggaran di Balik Janji Kualitas
Meskipun janji kualitas sudah dipegang, ada tantangan besar lain yang menanti yaitu anggaran.
Dadan mengakui bahwa pagu indikatif sebesar Rp217 triliun yang ada saat ini mungkin tidak akan cukup hingga akhir 2026.
Perhitungannya sederhana. Jika target 82,9 juta penerima manfaat tercapai pada akhir 2025, maka dana tersebut diperkirakan akan habis pada akhir Agustus 2026.
"Artinya starting point kita di Januari itu 82,9 juta [penerima manfaat]. Nah kalau melaksanakan 82,9 juta dari Januari sampai Desember maka Rp217 triliun akan selesai atau akan habis di akhir Agustus. Sehingga kami mengajukan tambahan untuk September, Oktober, November, Desember," jelasnya.
Ini menunjukkan skala masif dari program MBG dan betapa krusialnya perencanaan anggaran yang matang agar program bisa berjalan lancar tanpa mengorbankan kualitas yang telah dijanjikan.
Kawal Bersama Janji Program MBG
Isu beras oplosan adalah pengingat keras bahwa pengawasan kualitas pangan di negara kita masih menjadi PR besar.
Janji pemerintah untuk menyediakan beras premium bebas oplosan dalam program MBG adalah langkah awal yang patut diapresiasi.
Namun, janji ini harus terus dikawal. Peran kita sebagai masyarakat, terutama anak muda yang melek informasi, adalah untuk terus memantau implementasinya di lapangan.