Suara.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terus memperluas jangkauan layanan transportasi publik lintas daerah melalui pengembangan sistem Transjabodetabek.
Sejak dilantik, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung bersama Wakil Gubernur Rano Karno telah meluncurkan enam rute baru yang menghubungkan kawasan penyangga dengan pusat ibu kota.
Langkah ini menjadi bagian dari strategi percepatan integrasi transportasi berbasis bus yang terhubung langsung ke simpul-simpul moda lainnya seperti Mass Rapid Transit (MRT), Light Rail Transit (LRT), dan Kereta Rel Listrik (KRL).
Program Transjabodetabek juga dirancang untuk mengurangi beban kendaraan pribadi yang melintas dari Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi ke Jakarta setiap harinya.
Rute yang telah dibuka mencakup sejumlah titik penting seperti Alam Sutera–Blok M (S61), Vida Bekasi–Cawang (B41), Pantai Indah Kapuk (PIK 2)–Blok M (T31), Bogor–Blok M (P11), dan Sawangan–Lebak Bulus (D41). Teranyar, pada awal Juli 2025, rute Bekasi–Dukuh Atas mulai beroperasi dan menjadi rute keenam yang diresmikan di bawah kepemimpinan Pramono.
Setiap rute didesain terintegrasi dengan halte BRT dan simpul transportasi massal lain, guna memudahkan perpindahan antarmoda.
Pramono mengatakan, pihaknya terus mendorong perluasan layanan transportasi terintegrasi lintas wilayah dengan meningkatkan kualitas layanan Transjakarta serta moda transportasi lain seperti MRT Jakarta dan LRT.
Harapannya, semakin banyak masyarakat yang beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum yang lebih mudah, berkualitas, dan terjangkau.
“Termasuk menghubungkan daerah-daerah yang selama ini belum terjangkau, bahkan kawasan yang dianggap elit dan tertutup juga akan kami sambungkan,” ujar Pramono.
Baca Juga: Rumah dan Tanah di Sekitar LRT dan MRT Jakarta Laris Manis, Permintaan Meroket!
Pengembangan Transjabodetabek juga ditopang dengan pembenahan sistem manajemen armada, peningkatan kualitas layanan bus, serta digitalisasi sistem tiket.
Pemprov DKI bekerja sama dengan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) dan operator swasta guna memastikan operasional tetap efisien dan tepat waktu.
Ia juga mengapresiasi seluruh pihak yang terlibat dalam peluncuran rute-rute baru Transjabodetabek. Menurutnya, kolaborasi yang solid bersama daerah penyangga menjadi kunci penting untuk menyelesaikan masalah kemacetan di Jakarta.
"Jadi, apa yang dirancang oleh Pemprov DKI tersebut, kami bersyukur mendapatkan sambutan yang luar biasa dari daerah penyangga Jakarta, baik itu Bekasi, Bogor, Depok, Tangerang, Tangerang Selatan, dan sebagainya. Prinsipnya adalah kerja bersama-sama untuk mengatasi persoalan kemacetan di Jakarta," ungkap Pramono.
Tika (25) warga Bogor mengaku kini sangat terbantu dengan adanya Transjabodetabek rute Bogor-Blok M.
Sebab, kini ia tak perlu lagi berdesak-desakan menaiki Kereta Rel Listrik (KRL) yang penumpangnya sudah melebihi kapasitas.
"Dulu naik KRL sampai Cawang. Sekarang mending naik Transjakarta lebih nyaman nggak dempet-dempetan sama penumpang lain," tuturnya.
Sementara, Riko (32) berharap Pramono-Rano terus menambah layanan Transjabodetabek.
Riko (33) meyakini layanan angkutan umum lintas daerah ini sangat dibutuhkan warga yang tinggal di wilayah penyangga Jakarta.
"Kayak saya ini setiap hari dari Sawangan ke Kuningan sumpek juga kalau naik motor. Udah beberapa kali coba naik Transjabodetabek ternyata enak juga. Kebijakannya bagus sih. Kalau bisa ditambah terus," tutur Riko.
Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno mengakui kebijakan Gubernur Pramono Anung dalam memperluas layanan Transjabodetabek sangat bermanfaat.
Apalagi, masyarakat bisa bepergian dari daerah penyangga ke Jakarta hanya dengan tarif Rp2.000 hingga Rp3.500.
Rata-rata jumlah pengguna Transjabodetabek juga cukup tinggi mencapai 3 ribu sampai 6 ribu orang setiap harinya.
“Artinya, antusiasnya bagus lah ya. Dan ini sangat membantu sekali dengan tarif seperti itu," kata Djoko.
Namun demikian, Djoko mendorong agar pemerintah terus menyesuaikan jumlah armada, terutama di jam sibuk.
“Kalau sudah penuh ya mesti ditambah (armadanya). Pada jam sibuk ya, itu urusan operasional,” tegasnya.
Ia juga menyarankan agar pengembangan rute Transjabodetabek tidak hanya menyasar kawasan perumahan elite, tetapi juga menjangkau titik-titik kantong pekerja kelas menengah ke bawah.
Djoko sendiri sudah mencoba menaiki bus Transjabodetabek rute Blok M-PIK2 beberapa waktu lalu.
Ia mengakui rute ini bisa menjadi sangat ramai karena penggunanya justru berasal dari kalangan pekerja yang datang dari Jakarta ke kawasan PIK.
“Kita jangan lihat kawasan perumahannya. Tapi orang-orang yang bekerja di sana, yang benar-benar butuh angkutan umum,” pungkas Djoko. ***