"Lalu ketika korban diangkat kenapa langsung diangkat? Karena biasanya pihak kepolisian harus menemukan apakah ada peninggalan, peninggalan itu bukti-bukti lain seperti ada rambut yang tercecer atau jejak kaki. Kalau sudah diangkat berarti kan jejak kakinya menjadi semakin banyak, jejak sepatu dan lain-lain," jelas Haniva.
Langkah yang terkesan terburu-buru ini mempersulit penyelidikan, karena jejak-jejak mikro yang bisa ditinggalkan pelaku—seperti rambut, serat pakaian, atau jejak sepatu—menjadi terkontaminasi atau bahkan hilang sama sekali.
3. Misteri Pintu Terkunci dan Kunci Master yang Absen
Fakta bahwa kamar Arya yang menggunakan sistem kunci modern yaitu smart key harus dibuka dengan cara dicongkel paksa adalah sebuah anomali besar.
Lazimnya, pengelola indekos atau apartemen memiliki kunci master untuk situasi darurat. Kejanggalan ini memicu spekulasi lebih jauh.
"Lalu kalau kita melihat lagi bagaimana mungkin kamar yang terkunci dengan sistem yang sudah modern tapi dibuka dengan dicongkel. Bukankah mereka biasanya punya master key, ke mana master key-nya gitu ya dan itu disorot banget," ujar dia.
Aksi mencongkel pintu ini bisa jadi merupakan bagian dari sandiwara yang dirancang pelaku. Apakah ini cara untuk menciptakan alibi, atau justru sebuah pesan simbolik lain yang sengaja ditinggalkan untuk mengaburkan jejak?
4. Tembok Penghalang Informasi: Profesi Sensitif dan Larangan Spekulasi
Kejanggalan terakhir bersifat non-fisik, namun sangat signifikan dalam proses investigasi, yaitu adanya tembok penghalang informasi terkait latar belakang korban.
Baca Juga: Bukan Lakban Biasa yang Melilit Wajah Diplomat Arya: Ini Kejahatan Simbolik
Sebagai diplomat, Arya berpotensi memiliki akses terhadap informasi sensitif. Ketika muncul dugaan keterkaitan kasus dengan pekerjaannya, terutama riwayatnya dalam penanganan tindak pidana perdagangan orang (TPPO), muncul larangan untuk berspekulasi.
Arya semasa hidupnya pernah menangani tindak pidana perdagangan orang .Namun pihak Kementerian Luar Negeri dengan tegas meminta semua pihak tidak mengaitkan kematian Arya dengan tugas-tugasnya.
Pernyataan ini, meski bertujuan baik untuk mencegah spekulasi liar, secara tidak langsung membatasi ruang gerak investigasi dari sisi psikososial.
Padahal, untuk mengungkap motif, penelusuran terhadap kehidupan, pekerjaan, dan interaksi terakhir korban adalah hal yang mutlak.
Tanpa akses ke data ini, penyidik kehilangan salah satu pilar utama pengungkapan kasus: motif. Kasus ini menjadi sulit karena kini hanya ada korban, tanpa pelaku dan dengan bukti fisik yang minim.