Smelter Nikel Huadi di Sulsel Stop Operasi, Perusahaan Lakukan PHK Massal

Muhammad Yunus Suara.Com
Rabu, 16 Juli 2025 | 16:06 WIB
Smelter Nikel Huadi di Sulsel Stop Operasi, Perusahaan Lakukan PHK Massal
Ilustrasi: Smelter Freeport di Gresik, Jawa Timur. [Foto dok. PT Freeport Indonesia]

Suara.com - PT Huadi Nickel-Alloy Indonesia, perusahaan smelter nikel asal Tiongkok yang beroperasi di Kawasan Industri Bantaeng (KIBA), Sulawesi Selatan, menghentikan aktivitas operasionalnya per Selasa, 15 Juli 2025.

Keputusan tersebut diumumkan melalui sebuah memorandum internal yang ditandatangani langsung oleh Head of Division HRGA & HSE, Andi Adrianti Latippa dan Direktur Utama PT HNI, Jos Stefan Hideky.

Dalam memo itu disebutkan bahwa penghentian aktivitas ini berlaku sampai batas waktu yang belum ditentukan. Karyawan pun dirumahkan sementara hingga ada keputusan lebih lanjut dari manajemen perusahaan.

Kabar ini sekaligus menegaskan kondisi sulit yang tengah melanda industri nikel nasional akibat tren harga komoditas yang terus menurun sejak beberapa bulan terakhir.

"Iya, kami sudah dapat informasinya bahwa sebagian tungku di sana tidak lagi dioperasikan karena kondisi saat ini. Jadi ada PHK," kata Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemprov Sulsel, Asrul Sani, Rabu, 16 Juli 2025.

Ratusan pekerja melakukan aksi demo dan menutup pintu masuk perusahaan pada Senin, 14 Juli 2025 lalu. Massa menganggap pihak perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak.

Sebelumnya, Bupati Bantaeng Fathul Fauzi (Uji) juga mengungkapkan, pihaknya telah mengetahui rencana pengurangan tenaga kerja tersebut sejak jauh hari.

Ia menyebut, manajemen PT Huadi sempat menginformasikan rencana Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal terhadap ratusan karyawan sebagai upaya efisiensi produksi.

"Jauh sebelumnya saya telah memanggil direksi PT Huadi terkait rencana PHK ini. Rupanya bulan lalu pihak perusahaan berencana mau PHK sampai 200 orang terkait efisiensi karena harga nikel yang sedang anjlok," ujar Uji.

Baca Juga: Geger! Gibran Ungkap Fakta Mengejutkan di Balik Parfum Branded: Kemenyan Setara Nikel?

Namun, Uji mengaku, pemerintah daerah tidak memiliki banyak ruang intervensi dalam keputusan korporasi ini. Karena penurunan harga nikel juga terjadi di hampir seluruh daerah penghasil nikel di Indonesia.

"Kami pun dirugikan karena semakin sedikit karyawan, semakin sedikit produksi, restribusi daerah pasti semakin sedikit juga. Jadi ini bukan hanya keresahan pekerja saja, ini juga keresahan kami," katanya.

Ia menambahkan, fenomena serupa juga terjadi di wilayah lain, seperti di Morowali, Sulawesi Tengah. Padahal, daerah ini dikenal sebagai salah satu sentra produksi nikel terbesar nasional.

"Termasuk di Morowali, bahkan ada satu perusahaan yang 34 tungkunya tutup total. Sehingga bukan PHK lagi, tapi pabriknya tutup. Di Bantaeng kita punya 10 tungku, yang beroperasi sisa 7. Kita tidak bisa apa-apa karena memang kondisi nikel anjlok," jelas Uji.

Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) juga mencatat sejumlah perusahaan smelter menyetop sebagian lini produksinya di tengah masalah tekanan margin akibat harga nikel yang bertahan di tren bearish

Anggota Dewan Penasihat APNI Djoko Widajatno mengatakan, setidaknya empat perusahaan smelter di Indonesia telah menghentikan sementara atau shutdown sebagian lini produksinya.

Salah satunya adalah PT Huadi Nickel-Alloy Indonesia (HNI). Selain itu ada PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS), PT Gunbuster Nickel Industry (GNI), PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI).

Djoko Widajatno menjelaskan, penyetopan produksi ini tak lepas dari naiknya biaya operasional, berkurangnya permintaan, serta kelebihan pasokan nikel di pasar global.

Saat ini, terdapat 147 proyek smelter nikel yang tersebar di Indonesia. Baik yang berbasis pirometalurgi maupun hidrometalurgi.

Dari jumlah tersebut, 84 di antaranya masih dalam tahap konstruksi atau perencanaan yang membuat sebagian besar kebutuhan bijih nikel belum bisa diserap maksimal.

RKAB atau Rencana Kerja dan Anggaran Biaya nikel yang disetujui pemerintah untuk 2025 mencapai 364 juta ton. Angka ini naik dari tahun sebelumnya yang sebesar 319 juta ton.

Namun, produksi berlebih di tengah melemahnya permintaan global justru menjadi beban tambahan bagi perusahaan smelter.

Sebelumnya, Bank Indonesia Perwakilan Sulawesi Selatan juga mengingatkan bahwa kondisi perekonomian Sulsel tengah menghadapi tekanan. Salah satunya akibat penurunan ekspor nikel.

Sebagai salah satu sektor andalan, penurunan aktivitas industri nikel seperti yang dialami PT Huadi di Bantaeng dikhawatirkan akan berdampak pada angka pertumbuhan ekonomi provinsi secara keseluruhan.

Apalagi, hilangnya aktivitas produksi juga berarti potensi restribusi daerah dari industri smelter bakal turun drastis.

Hal ini tentu menjadi pukulan tambahan bagi perekonomian lokal yang masih berjuang bangkit usai pandemi.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI