Respons Indonesia Usai Pemerintah Prancis Beri Pembebasan Bersyarat Serge Atlaoui

Kamis, 17 Juli 2025 | 17:25 WIB
Respons Indonesia Usai Pemerintah Prancis Beri Pembebasan Bersyarat Serge Atlaoui
Menko Kumham Imipas RI Yusril Ihza Mahendra (kanan) bersama Menteri Kehakiman Prancis Gerald Darmanin (kiri). (Foto dok. Kemenko Kumham Imipas RI)

Suara.com - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menegaskan pemerintah Indonesia menghormati keputusan pemerintah Prancis yang memberikan pembebasan bersyarat kepada Serge Atlaoui.

Diketahui, Serge Atlaoui merupakan warga negara Prancis yang sebelumnya dijatuhi hukuman mati oleh Mahkamah Agung RI dalam kasus produksi psikotropika (ekstasi) di Tangerang pada 2005.

Keputusan pembebasan bersyarat terhadap Atlaoui diambil pemerintah Prancis setelah Pengadilan Prancis mengurangi hukuman Atlaoui dari hukuman mati menjadi pidana penjara 30 tahun.

Pengurangan hukuman tersebut sesuai dengan ketentuan hukum pidana Prancis yang menetapkan 30 tahun sebagai pidana maksimum untuk tindak pidana serupa.

"Putusan ini membuka jalan bagi Pemerintah Prancis untuk memberikan pembebasan bersyarat kepada Atlaoui dengan mempertimbangkan bahwa yang bersangkutan telah menjalani masa tahanan selama 20 tahun di Indonesia," kata Yusril dalam keterangan tertulis, Rabu (17/7/2025).

Dalam Practical Arrangement yang ditandatangani oleh Menko Yusril bersama Menteri Kehakiman Prancis Gerald Darmanin melalui video telekonferensi pada 24 Januari 2025, pemerintah Prancis menyatakan menghormati dan mengakui bahwa warganya telah terbukti bersalah melakukan kejahatan produksi psikotropika di Indonesia dan dijatuhi hukuman mati.

Sebelumnya, permohonan grasi atas nama Atlaoui juga telah ditolak oleh Presiden RI pada 2015 sehingga yang bersangkutan tinggal menunggu pelaksanaan eksekusi.

Tetapi atas dasar hubungan baik, prinsip resiprositas, dan prinsip kemanusiaan, mengingat Atlaoui menderita sakit kanker, pemerintah Indonesia dan pemerintah Prancis menyepakati pemulangan Atlaoui ke negara asal, dengan tanggung jawab pembinaan selanjutnya menjadi kewenangan penuh pemerintah Prancis.

"Keputusan apakah Atlaoui akan dieksekusi, diampuni, atau dikurangi hukumannya setelah dipulangkan menjadi sepenuhnya wewenang Pemerintah Prancis sesuai sistem hukum mereka," kata Yusril.

Baca Juga: Jika Wapres Gibran Ditugaskan ke Papua, Komnas HAM Ingatkan Tak Cukup Hanya Pendekatan Ekonomi

Mengingat hukuman Atlaoui telah dikurangi menjadi 30 tahun, Yusril mengatakan, pemerintah Prancis dapat memberikan pembebasan bersyarat setelah terpidana menjalani dua per tiga masa pidana, yaitu 20 tahun yang telah dijalani di Indonesia.

Yusril menegaskan pemerintah RI tidak mempersoalkan pembebasan bersyarat tersebut karena telah sesuai dengan hukum Prancis dan kesepakatan kedua negara.

"Pemulangan narapidana antarnegara bersifat resiprokal. Apabila di masa mendatang terdapat narapidana WNI yang dipulangkan oleh pemerintah Prancis, kita juga dapat melakukan tindakan serupa sebagaimana yang dilakukan pemerintah Prancis terhadap Serge Atlaoui," kata Yusril.

Diketahui Serge Atlaoui adalah warga negara Prancis yang ditangkap pada 2005 dalam penggerebekan pabrik ekstasi di Tangerang.

Atlaoui dijatuhi hukuman mati pada 2007 oleh Mahkamah Agung setelah banding dan kasasi ditolak. Permohonan grasi juga ditolak oleh Presiden RI pada 2015.

Setelah menjalani proses diplomasi dan kerja sama hukum antar negara, Atlaoui dipulangkan ke Prancis berdasarkan Practical Arrangement pada 4 Februari 2024 untuk menjalani sisa masa pidana di negaranya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI